BAB II
PENGEMBANGAN
KURIKULUM KTSP
A. LANDASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM KTSP
Sekolah
memang memiliki kewenangan untuk mengembangkan KTSP. Akan tetapi kewenangan
sekolah tidaklah mutlak. Dalam pengembangan kurikulum, setiap sekolah harus
mengacu kepada landasan yang sama secara nasional. Landasan pengembangan KTSP
ada banyak hal antara lain :
1. Undang –
undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
2. Peraturan
Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan0
3. Peraturan
menteri pendidikan nasional nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi
lulusan
4. Peraturan
menteri pendidikan nasional nomor 24 tahun 2006 tentang Standar Pelaksanaan
peraturan Menteri nomor 22 dan 23 tahun 2006.
B. KOMPONEN
KURIKULUM TINGKAT SATU PENDIDIKAN (KTSP)
1.
Visi dan Misi Satuan Pendidikan
Menurut
Morrisey ( dalam Mulyasa,2006:176 ).Visi adalah representasi apa yang diyakini
sebagai bentuk organisasi masa depan dalam pandangan
pelanggan,karyawan,pemilik dan stakeholder lainnya.Visi sekolah harus mengacu
pada kebijakan pendidikan nasional dengan tetap memperhatikan kesesuaiannya dengan
kebutuhan siswa dan tujuan Pendidikan Nasional dapt dijadikan pedoman setiap
sekolah sama dan serentak.Dan mengenai visi setiap sekolah pasti berbeda-beda
dalam perumusan visi haruslah singkat tetapi mampu menggambarkan rancangan
kedepan sesuai dengan cita-cita sekolah dengan landasan tujuan pendidikan
nasional dan harus memperhatikan kondisi sekolah.( Dirjen Dikdasmen,2004:21 )
Misi adalah bentuk layanan atau tugas untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan
dalam misi dengan berbagai indikatornya. Jadi keduanya saling berkaitan dan
mendukung dengan tujuan pendidikan nasional sebagai tolok ukurnya demi
pencapaian subuah cita-cita sekolah.
2. Tujuan Pendidikan
Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan
adalah apa yang akan dicapai atau dihasilkan oleh suatu sekolah dan waktu
pencapaiannya.Tujuan pendidikan dirumuskan mengacu kepada tujuan umum
pendidikan Menurut Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standart isi tujuan
umumnya adalah sebai berikut :
1. Pendidikan
Dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian Aklhak mulia
serta untuk keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2. Pendidikan
Menengah adalah meningkatkan kecerdasan,pengetahuan, kepribadian,Aklhak mulia
serta untuk keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3. Pendidikan
Menengah Kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,pengetahuan,
kepribadian,Aklhak mulia serta untuk keterampilan hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruan.
3. Struktur dan Muatan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur
kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
siswa dalam kegiatan pembelajaran.Struktur KTSP memuat : mata pelajaran, muatan
lokal, kegiatan pengembangan diri, pengaturan beban, kenaikan kelas,
penjurusan dan kelulusan pendidikan kecakapan hidup serta pendidikan berbasis
keunggulan lokal dan global.( Mulyasa,2006:180 ).Sruktur dan muatan KTSP pada
jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang tertuang dalam standart isi meliputi
lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut :
1.
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
2.
Kelompok mata pelajaran kwarganegaraan dan kepribadian.
3.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tehknologi.
4.
Kelompok mata pelajaran estetika.
5.
Kelompok mata pelajaran jasmani olahraga dan kesehatan.
Struktur
kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh selama 6 tahun dri
kelas I sampai kelas IV sebagai berikut :
1.
SD/MI memuat 8 mapel : mulok,dan pengembangan diri
2.
Mapel IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA dan IPS terpadu”
3.
Pembelajaran pada kelas rendah 1 sampai 3 menggunakan pembelajaran tematik,dan
pada kelas tinggi ( 4-6 ) menggunakan pendekatan mata pelajaran.
4. Jam
pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam
struktur kurikulum.Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam
pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
5.
Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit.
6.
Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) 34-38 minggu.
a) Muatan Lokal
Merupakan
salah satu kegiatan ekstrakulikuler untuk mengembangkan potensi yang
disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah,termasuk keunggulan
daerah.Mulok merupakan mata pelajaran sehingga satuan pendidikan harus
mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan
lokal yang diselenggarakannya.
b) Pengembangan
Diri
Bertujuan
untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan
mengekspreseikan diri sesuai dengan kebutuhan,bakat dan minat siswa sesuai
denga kondisi sekolah.Kegiatan ini difasilitasi oleh konselor,guru atau tenaga
pembantu lainnya yang ahli dibidangnya.
c) Pengaturan
Beban Belajar
Jenjang
pendidikan menyelenggarakan program pendidikan dengan menggunakan s istem paket atau kredit
semester,keduanya dipilih berdasarkan jenjang dan kategori satuan pendidikan
yang bersangkutan.SD sederajat menggunakan program pendidikan sistem paket,SMP
sederajat menggunakan sistem kredit semester.Sistem paket adalah sistem
penyelenggaraan program pendidikan yang siswanya diwajibkan mengikuti seluruh
program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas
sesuai dengan struktur yang berlakau pada suatu satuan pendidikan.SD sederajat
(35 menit),SMP sederajat (40 menit),SMA sederajat (45 menit).
Sistem
kredit semester adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang
siswanyamenentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap
semester pada satuan pendidikan (SKS) satu SKS meliputi satu jam pembelajaran
tatap muka,satu jam penugasan terstruktur dan satu jam kegiatan mandiri tak
terstruktur.
d) Ketuntasan
Belajar
Ketuntasan
setiap indikator berkisar 0-100%,ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator
75%,satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan
mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata siswa serta kemempuan sumber daya
pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran.
d) Kenaikan
Kelas dan Kelulusan
Menurut PP
19/2005 Pasal 72 Ayat 1,siswa dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada
pendidikan dasar menengah setelah :
1.
Menempuh dan menyelesaikan seluruh program pendidikan.
2.
Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata
pelajaran.
3.
Lulus ujian sekolah
4.
Lulus ujian Nasional.
e) Penjurusan
Dilakukan
pada kelas XI dan XII di SMA/MA.Kriteria penjurusan serta prasyarat standar
nilai minimum penjurusan yang telah ditentukan oleh pihak instansi sekolah dan
direktorat teknis terkait.
f) Pendidikan
Kecakapan Hidup
Untuk
kurikulum SD sd SMA dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup yang mencakup
kecakapan pribadi,sosial,akademik,dan vokasional yang merupakan bagian dari
integral dari pendidikan semua mata pelajaran.
g) Pendidikan
Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
Adalah
pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global
dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, tehknologi informasi dan komunikasi,
ekologi dsb.Pendidikan ini dapat diperoleh siswa dari satuan pendidikanformal
lain dan/non formalyang sudah terakreditasi.
h) Kalender
Pendidikan
Dilakukan
setiap tahun ajaran satuan pendidikan dasar maupun menengah dapat menyusun
kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah,karakteristik
sekolah,kebutuhan siswa,dan masyarakat dengan memperhatikan kalender pendidikan
sebagaimana yang telah dimuat dalam Standar Isi.
C. HAKEKAT
PENGEMBANGAN KTSP
Pengembangan
KTSP sudah didahului dengan pengembangan kurikulum yang lebih tinggi yaitu
kurikulum tingkat nasional. Pada tingkat nasional, pengembangan kurikulum dilaksanakan
dalam rangka mengembangkan Standar Nasional Pendidikan, yang mencakup Standar
Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Hasil pengembangan kurikulum tingkat
nasional ini dijadikan sebagai landasan dan acuan dalam mengembangkan KTSP.
1.
Prinsip – prinsip pengembangan KTSP
Dalam
pengembangan KTSP terdapat sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan yaitu :
·
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan,dan
kepentingan siswa dan lingkungan
·
Beragam dan terpadu
·
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni
·
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
·
Menyeluruh dan berkesinambungan
·
Belajar sepanjang hayat
·
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan
daerah
2.
Strategi
pengembangan kurikulum
·
Melakukan sosialisasi KTSP kepada seluruh warga sekolah
·
Mengadakan musyawarah antara kepala sekolah, tokoh
masyarakat, dan pakar kurikulum untuk mengembangkan kurikulum
·
Menciptakan suasana kondusif
·
Penyiapan sumber belajar
·
Mengembangkan dan menciptakan disiplin peserta didik
·
Pengembangan kemandirian kepala sekolah
·
Membangun karakter guru
3. Acuan Operasional Penyusunan KTSP
·
Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
·
Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai
tingkat perkembangan dan kemampuan siswa
·
Keragaman
potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
·
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
·
Tuntutan duina ker
·
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
·
Agama
·
Dinamika perkembangan global
·
Persatuan nasional dan nilai – nilai kebangsaan
·
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
·
Kesetaraan jender
·
Karakteristik satuan pendidikan
BAB III
PENGEMBANGAN
KURIKULUM 2013
A. PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Pengembangan
kurikulum 2013 ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia
agar sejajar dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara di kawasan
Asia. Apalagi hasil PISA (Program for International Student
Assessment) mengindikasikan bahwa kiblat dunia pendidikan bukan lagi ke
negara-negara di kawasan Eropa tetapi sudah beralih ke negara-negara di kawasan
Asia, seperti Cina dan Singapura. Sayangnya, dibalik kemajaun pendidikan di
beberapa negara asia tersebut, Indonesia justru mengalami stagnasi, bahkan
penurunan kualitas. Hasil studi terbaru PISA menunjukkan bahwa Indonesia hanya
mampu menduduki posisi keenam puluh satu dari enam puluh lima Negara peserta
PISA untuk kategori matematika. Berkaca dari hasil PISA tersebut, pemerintah
melalui kementerian pendidikan berupaya meningkatkan daya saing pendidikan
Indonesia melalui pengembangan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 diharapkan mampu
menjadi angin segar pembawa perubahan dalam sistem pendidikan yang dinilai
masih kaku dan belum mampu meningkatkan kreatifitas peserta didik dalam hal
kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Kurikulum 2013 di desain agar peserta
didik lebih terlibat aktif dalam proses pembelajaran melalui kegiatan aktif
menanya, mengamati, mengeksplorasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan hasil
pembelajaran. Kurikulum 2013 mengharapkan adanya keseimbangan antara kemampuan
kognitif dengan sikap dan keterampilan peserta didik.
Muara
dari penerapan kurikulum 2013 adalah terbentuknya Sumber Daya Manusia (SDM)
yang cerdas dan berakhlak mulia. Dalam penerapannya, kurikulum
2013 memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk dapat memperkaya
pengetahuan dari berbagai sumber, seperti buku, internet, dan lingkungan sosial
masyarakat. Peran guru dalam kurikulum 2013 hanya sebagai fasilitator dalam
proses pembelajaran, yang fungsinya mengarahkan peserta didik untuk mencapai
target pembelajaran sesuai dengan yang ditetapkan. Hasil akhir yang diharapkan
dari model pembelajaran yang aktif, kreatif, dan gembira ini adalah para
peserta didik terpacu untuk meningkatkan kemampuannya di bidang sains,
matematika, dan membaca yang menjadi kelemahan peserta didik Indonesia menurut
penilaian PISA. Kurikulum 2013 memang manjanjikan untuk kemajuan
pendidikan di Indonesia. Pengembangan kurikulum 2013 sangat kontekstual
dan dibutuhkan untuk peningkatan kualitas pendidikan, karena peningkatan
kualitas pendidikan tentu akan berdampak pada meningkatnya daya saing Sumber
Daya Manusia (SDM) Indonesia di mata internasional. Namun, ketika
kurikulum 2013 diterapkan di lapangan berbagai hambatan dihadapi, sebagai
akibat dari kurangnya persiapan dan keseriusan pemerintah dalam menerapkan
kurikulum 2013.
B.
INFRASRUKTUR MENJADI HAMBATAN UTAMA PENERAPAN KURIKULUM 2013
Kegalauan
penulis dalam artikel sebelumnya yang berjudul “Kurikulum 2013 Perlu Masa
Transisi” kini terbukti. Ada pola pikir yang keliru dalam penerapan kurikulum
2013, di mana kurikulum diterapkan terlebih dahulu, baru kemudian guru dipaksa
menyesuaikan diri. Seharusnya jika pemerintah serius ingin memperbaiki
kualitas pendidikan di Indonesia melalui pengembangan kurikulum 2013 pola pikir
tersebut diubah, para guru dipersiapkan terlebih dahulu baru kemudian kurikulum
diterapkan, agar tidak terjadi salah kaprah dalam implementasi di lapangan.
Pola pikir ini seharusnya menjadi pertimbangan mendasar bagi pemerintah dalam
menerapkan kurikulum 2013, terlepas dari ada atau tidaknya target atau
kepentingan tertentu di balik penerapan kurikulum 2013 yang terkesan
terburu-buru. Hampir mustahil bagi para guru menerapkan kurikulum 2013 secara
utuh tanpa mendapat pembekalan yang memadai dan memeroleh pemahaman yang utuh
terkait konsep dan bagaimana menerapkan kurikulum 2013 di lapangan. Cara
pemerintah dalam mensosialisasikan kurikulum 2013 yang seadanya, membuat
penerapan di lapangan menjadi tidak efektif. Bayangkan saja, untuk mensosialisasikan
kurikulum yang isinya mengalami banyak perubahan dari kurikulum sebelumnya
(KTSP), para guru hanya diberi pelatihan satu sampai dua hari. Pelatihan pun
hanya diberikan kepada para guru yang dianggap kompeten yang diharapkan
nantinya dapat meneruskan ke sekolah masing-masing. Dalam hal
ini, kita baru berbicara mengenai kondisi yang terjadi di tingkat kabupaten
kota yang kualitas pendidikannya tidak terlalu jauh berbeda dari
sekolah-sekolah yang berada di Pulau Jawa, kita belum berbicara mengenai sekolah-sekolah
yang berada di pelosok negeri dengan keterbatasan infrastruktur dan kondisi
geografis yang jauh lebih sulit dan kompleks. Perlu diingat bahwa berbicara
Indonesia bukan hanya Pulau Jawa ataupun Sumatera, tetapi harus dilihat juga
daerah-daerah terpencil lainnya dengan berbagai permasalahan masing-masing,
khususnya dalam mengakses informasi. Bagaimana mau menerapkan, kalau informasi
yang diterima tentang kurikulum 2013 saja masih sangat minim? Sampai saat ini,
pemerintah belum juga mampu memenuhi janjinya terkait pengadaan buku dan
infrastruktur penunjang lainnya untuk mendukung penerapan kurikulum 2013.
Pemerintah menjanjikan bahwa buku kurikulum 2013 akan disediakan oleh
pemerintah dan akan dibagikan secara gratis bagi sekolah-sekolah penerima BOS
(Bantuan Operasional Sekolah). Kenyataan yang terjadi di lapangan, pemerintah
kewalahan memenuhi targetnya sendiri. Buku tak kunjung datang, sementara
kegiatan belajar mengajar harus segera dilaksanakan, pada akhirnya
sekolah-sekolah terpaksa bekerjasama dengan penerbit di daerahnya masing-masing
untuk pengadaan buku kurikulum 2013. Orangtua peserta didik kembali dibebani
dengan biaya pengadaan buku kurikulum 2013 yang dijanjikan gratis oleh
pemerintah. Persoalan tidak selesai sampai di situ, untuk buku-buku tertentu
pihak penerbit belum menyediakan untuk versi kurikulum 2013, sehingga guru-guru
harus berpikir kreatif dengan mencari atau mengunduh sendiri buku pelajaran
dari internet. Pertanyaannya, lalu bagaimana dengan sekolah-sekolah yang berada
di daerah-daerah terpencil, seperti Kalimantan atau Papua, jangankan internet
listrik pun tak punya? Mungkinkah kurikulum 2013 diterapkan secara merata di
seluruh penjuru Indonesia, jika gambaran situasi yang terjadi seperti ini?I nilah
yang penulis maksudkan bahwa kurikulum 2013 kontekstual dalam pengembangan,
namun tidak dalam terapan. Dunia pendidikan Indonesia memang membutuhkan
terobosan-terobosan baru, seperti yang tercetus dalam kurikulum 2013 untuk
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik. Dunia pendidikan
internasional pun terus mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan IPTEK dan
kebutuhan dunia kerja. Dalam hal ini, Indonesia harus terus berbenah demi
meningkatkan daya saing pendidikan Indonesia dengan negara-negara lain, khususnya
negara-negara di Kawasan Asia. Namun, untuk dapat menerapkan kurikulum 2013
secara utuh dan hasilnya sesuai dengan ekspektasi, proses sosialisasi dan
pemenuhan fasilitas pembelajaran harus dilakukan di seluruh Indonesia, mulai
dari ibu kota sampai ke pelosok-pelosok negeri, jika tidak kurikulum 2013 hanya
bisa diberlakukan di Pulau Jawa, namun tidak di daerah-daerah terpencil yang
fasilitasnya belum memadai.
C.
ANTARA KOMPETENSI INTI, KOMPETENSI DASAR, DAN
PENDEKATAN SAINTIK
Dalam
rumusan kurikulum sebelumnya (KTSP) terjalin integrasi yang kuat antara standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator. Kompetensi dasar dan indikator
dalam rumusan KTSP merupakan spesifikasi dari standar kompetensi, artinya
kompetensi dasar dan indikator merupakan prasyarat yang harus dikuasai
oleh peserta didik untuk dapat mencapai standar kompetensi yang diharapkan dari
setiap mata pelajaran. Pada kurikulum 2013 standar kompetensi berubah menjadi
kompetensi inti. Setiap mata pelajaran hanya memiliki empat kompetensi inti yang
meliputi aspek religiusitas, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketika
kurikulum 2013 diterapkan, banyak guru masih memfokus kegiatan pembelajaran
pada aspek pengetahuan (KI-3) dan keterampilan (KI-4), sementara aspek
religiusitas (KI-1) dan sikap (KI-2) masih kurang mendapatkan perhatian. Hal
ini terjadi dalam penyusunan perangkat administratif pembelajaran dan
implementasi di kelas. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apa bedanya
kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya (KTSP), apabila aspek yang
ditekankan hanya pada pengetahuan dan keterampilan? Bukankah pada kurikulum
sebelumnya hal tersebut sudah dilakukan?
Hal lain
yang juga masih mengusik sebagian guru terkait penerapan kurikulum 2013 adalah
masalah penilaian. Dalam aktivitas pembelajaran di kelas hanya tiga aspek yang
dinilai, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini tentu
membingungkan, karena pada rumusan kompetensi inti ada empat kompetensi inti
yang harus dicapai dan dievaluasi. Namun, dalam penilaian mengerucut menjadi tiga
aspek, di mana penilaian aspek religiusitas ditumpangtindihkan dengan penilaian
sikap. Padahal antara religiusitas dan perilaku merupakan dua hal yang berbeda.
Gambaran sederhananya adalah “seseorang yang terlihat memiliki iman baik belum
tentu perilakunya juga baik, begitu pula sebaliknya, seseorang yang terlihat
memiliki perilaku baik, belum tentu memiliki iman yang baik pula,” sehingga
penilaian kedua aspek tersebut tidak bisa ditumpangtindihkan. Ingat, dalam
penilaian di kelas para guru hanya mungkin menilai hal-hal yang ditampilkan
siswa secara ekplisit, sedangkan untuk hal-hal yang bersifat implisit
hampir tidak mungkin dapat dievaluasi. Entah mengapa kompetensi inti untuk
aspek religiusitas seperti dipaksakan harus ada, padahal sangat sulit untuk menilai
tingkat keimanan seseorang. Bagaimana merumuskan indikator untuk aspek
religiusitas? Instrumen apa yang harus digunakan untuk menilai tingkat keimanan
siswa? Hal-hal seperti ini, mestinya mendapat penjelasan lebih lanjut dari
pemerintah, khususnya kementerian pendidikan agar tidak terjadi kesalahan dalam
aplikasi di lapangan. Belum ada standar yang jelas terkait implementasi
kurikulum 2013 semakin menyulitkan para guru. Sejauh ini, kurikulum 2013
dilaksanakan menurut pemahaman dan persepsi dari masing-masing guru mata
pelajaran. Dari sisi pendekatan, penerapan kurikulum 2013 menggunakan
pendekatan ilmiah yang disebut dengan pendekatan saintifik. Pendekatan
saintifik pun tak sepenuhnya dipahami oleh sebagian guru sebagai pelaksana
kebijakan di lapangan. Model pembelajaran dengan pendekatan saintifik
mengarahkan peserta didik untuk aktif mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menegosiasi, mengomunikasikan, dan mencipta. Apakah kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam implementasi kurikulum 2013 sudah
sesuai dengan konstruksi tersebut? Jawabannya tentu tidak. Fakta di lapangan
menunjukkan bahwa para guru masih sulit meninggalkan gaya lama, yaitu model
pembelajaran teacher center. Para guru masih mendominasi kegiatan
pembelajaran di kelas, padahal kurikulum 2013 mengharapkan peserta didiklah
yang diaktifkan dalam kegiatan pembelajaran, sementara guru hanya bertindak
sebagai fasilitator, yang tugas pokoknya mendapingi dan mengarahkan siswa pada
tujuan pembelajaran.
D.
BUTUH WAKTU UNTUK MENGUBAH MINDSET GURU
Persoalan
infrastruktur dan konten kurikulum menjadi persoalan mendasar yang menjadi
hambatan penerapan kurikulum 2013 di lapangan. Sekarang mari kita berbiacara
masalah yang lebih urgen, yaitu bagaimana sulitnya mengubah mindset guru
yang sudah terbiasa mengajar dengan gaya tradisional, di mana guru lebih
mengedepankan model pembelajaran teacher center. Guru-guru yang sudah
terbiasa dengan model pembelajaran teacher center, kenyataannya masih
sulit meninggalkan gaya lama tersebut. Bahkan dalam penerapan kurikulum KTSP,
ketika guru mulai dituntut untuk lebih variatif dalam menerapkan metode dan
teknik pembelajaran, model pembelajaran teacher center masih menjadi
primadona. Pola pikir yang salah dengan menerapkan kurikulum terlebih dahulu
baru kemudian guru menyesuaikan, tentu akan menjadi kendala utama bagi guru
dalam menerapkan kurikulum 2013. Belum selesai dengan kurikulum KTSP, para guru
sudah harus dihadapkan pada kurikulum yang baru, kurikulum 2013 yang kontennya
masih dipahami secara samar-samar oleh para guru. Para guru memang wajib bisa
melaksanakan pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 kapan pun kurikulum
tersebut diterapkan, persoalan yang kemudian perlu mendapat perhatian
adalah mungkinkah kurikulum 2013 dilaksanakan sampai ke pelosok negeri,
apabila proses sosialisasi masih .