MAKALAH
GERAKAN
MUHAMMADIYAH
MENJELASKAN
DAN MENGHAYATI NILAI PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
Disusun Oleh
:
1. Riowansyah (1321180022)
2. Lola pitaloka (13211800)
Dosen
Pembimbing
AMRULLAH,
S.AG, M.Si
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, atas nikmat
yang telah diberikan baik berupa nikmat
kesehatan ataupun nikmat kesempatan sehingga penulisan makalah ini dapat
diselesaikan. Shalawat
bagi Nabi Muhammad SAW yang telah meletakkan peradaban kemanusiaan yang diridhoi Allah SWT. Penulis
tahu, bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dari sisi isi pembahasan,
penulisan kalimat dan sebagainya, beranjak dari
kesadaran itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif sebagai penambahan pengetahuan
bagi penulis dalam menyusun makalah di lain waktu.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah ini yang telah
memberikan ilmunya serta
bimbingannya kepada kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan Pada
teman-teman yang turut memberikan sumbangsih pikiran serta tenaga dalam
penyusunan makalah ini. Penulis juga tak lupa untuk meminta maaf yang
sebesar-besarnya jika dalam pembuatan makalah ini ada pihak/badan yang merasa
dirugikan,karena semuanya hanya kebetulan .
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB
I.PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang..................................................................................................................4
B. Rumusan
Masalah.............................................................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN
1. Peran Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan.........................................................5
2. Konsep Dasar Pendidikan Muhammadiyah..........................................5
3. Tantangan yang Dihadapi Muhammadiyah dalam Bidang Pendidika.......7
4.
Faktor apa saja yang melatarbelakangi
pendidikan muhammadiyah.............................9
5.
Apa saja yang menjadi pemikiran peraktis
muhammadiyah..........................................12
6.
Bagaimana revitasi pendidikan muhammadiyah...........................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Satu hal yang perlu direspons secara
positif manakala membincangkan tentang Muhammadiyah ialah kemampuannya dalam
melintasi setiap pergerakan zaman yang berbeda. Bagi Muhammadiyah, upayanya
selama ini untuk mempertahankan diri dari berbagai macam “godaan” dan “cobaan”
bukanlah suatu hal yang mudah. Dari zaman kolonial, prakemerdekaan,
kemerdekaan, era orde lama, orde baru, hingga orde reformasi saat ini,
Muhammadiyah tetap eksis dalam mewujudkan tatanan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Telah banyak para pengamat dan pemikir yang memberikan
apresiasi terhadap upaya-upaya yang diselenggarakan Muhammadiyah. Keadaan
sosial yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan Muhammadiyah itu tentu saja
sangat berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di masa lalu. Jika dulu
pendidikan Muhammadiyah mampu menunjukkan eksistensinya sebagai institusi
modern dan layak menjadi tempat pengharapan masyarakat perkotaan serta kelas
menengah, namun mengapa sekarang posisi itu justru bergeser menjadi pilihan
kedua? Jika dulu, pendidikan Muhammadiyah mampu melahirkan generasi-generasi
berkepribadian utuh sekaligus sanggup menjadi pelopor, pelangsung dan
penyempurna amal usaha Muhammadiyah, namun mengapa sekarang ini banyak keluaran
pendidikan Muhammadiyah yang “jauh” dari Muhammadiyah?
B. Rumusan Masalah
1. Faktor
apa saja yang melatarbelakangi pendidikan muhammadiyah ?
2. Apa saja
yang menjadi pemikiran peraktis muhammadiyah ?
3. Bagaimana
revitasi pendidikan muhammadiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, Muhammadiyah telah melakukan aktifitasnya dalam
bentuk amal usaha dengan mendirikan madrasah-madrasah dan pesantren dengan
memasukkan kurikulum pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan umum dan
modern, serta mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan kurikulum
keislaman dan kemuhammadiyahan.Setelah 1 abad Muhammadiyah berdiri, banyak yang
telah Muhammadiyah persembahkan, abdikan dan dedukasikan untuk negeri ini.
Sejarah menunjukkan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam rentang usia
satu abad telah berkiprah optimal untuk memajukan kehidupan umat Islam dan
bangsa Indonesia, yang memberi makna bagi kehidupan umat manusia pada umumnya.
Muhammadiyah telah berjuang melalui gerakan dakwah dan tajdid dalam usaha
pembinaan kehidupan beragama sejalan dengan Al-Quran dan Sunnah Nabi serta
melakukan usaha-usaha pembaruan kemasyarakatan melalui pendidikan, pelayanan
kesehatan, pelayanan sosial, pemberdayaan masyarakat, peran politik kebangsaan,
dan sebagainya, yang merupakan perwujudan untuk membentuk masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya dan menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.
Dengan kuantitas lembaga pendidikan yang sudah dimiliki Muhammadiyah tersebut,
Muhammadiyah terus mengembangkan dan membentuk inovasi-inovasi dalam bidang
pendidikan ini agar peserta didiknya mampu menjawab tantangan zaman. Saat ini
sudah ada lembaga pendidikan yang sudah mapan, namun ada juga yang belum. Untuk
yang belum mapan inilah yang masih membutuhkan perhatian lebih dari
Muhammadiyah untuk terus mengembangkan dan memajukannya.
B. Konsep Dasar Pendidikan Muhammadiyah
Secara umum konsep dasar pendidikan
adalah suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik
menyangkut daya fikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional).
Sementara
itu konsep dasar pendidikan Muhammadiyah menurut KH Ahmad Dahlan adalah sebagai
berikut :
a) Tujuan Pendidikan
Tujuan
pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu
untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya,
dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat . Tujuan
Pendidikan yang digagas KH Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru
yang mampu tampil sebagai "ulama-ulama intelek" atau "intelek
ulama", yaitu sorang Muslim yang memiliki keteguhan iman dan Ilmu yang
luas, kuat jasmani dan rohani.
Adapun
tujuan pendidikan Muhammadiyah mengacu pada tujuan Muhammadiyah yaitu:
ü
Pada waktu pertama kali berdiri
tujuannya adalah Menyebarkan ajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk
bumi putera didalam residenan Yogyakarta menunjukan hal Agama Islamkepada
anggotanya,
ü Setelah
Muhammadiyah berdiri dan menyebar keluar Yogyakarta menjadi memajukan dan menggembirakan
pengajaran dan memajukan Agama Islam kepada sekutu-sekutunya.
b) Pendidik
Pendidik
Secara etimologi berarti orang yang memberikan bimbingan. Pengertian ini
memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang
pendidikan. Kata tersebut seperti “teacher” artinya guru yang mengajar dirumah.
Sedangkan
secara Secara terminologi adalah: Ahmad D Marimba mengemukakan bahwa
"Pendidik adalah sebagai orang yang memikul tanggung jawab untuk
mendidik" adapun menurut Muri yusuf yaitu "Pendidik adalah individu
yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam situasi pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan".
c) Peserta Didik
Peserta
didik atau disebut juga Mutarabbi, hakikatnya adalah orang yang memerlukan
bimbingan. Secara kodrati, seorang anak memerlukan Pendidikan dan bimbingan
dari orang dewasa, paling tidak, karena ada dua aspek, yaitu aspek pedagogis
dan sosiologis.
d) Kurikulum
Menurut
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No 20 Tahun 2003 pasal
1 ayat 19 kurikulum adalah sebagai berikut:
·
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
Pendidikan tertentu.
·
Kurikulum merupakan salah satu komponen
yang sangat penting dalam suatu sistem Pendidikan, karena kurikulum merupakan
alat untuk mencapai tujuan Pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pengjaran pada semua jenis dan tingkat Pendidikan.
e) Metode
Metode
mengajar adalah cara atau tekhnik untuk mencapai tujuan pelajaran, Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan oleh pendidik dalam
membelajarkan peserta didik saat berlangsungnya proses pembelajaran.
C. Tantangan yang Dihadapi Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan
1. Masalah
Kualitas Pendidikan
Perkembangan
amal usaha Muhammadiyah khususnya dalam bidang pendidikan yang sangat pesat
secara kuantitatif belum diimbangi peningkatan kualitas yang sepadan, sehingga
sampai batas tertentu kurang memiliki daya saing yang tinggi, serta kurang
memberikan sumbangan yang lebih luas dan inovatif bagi pengembangan kemajuan
umat dan bangsa.
Kedepan
diperlukan peningkatan kualitas yang lebih inovatif, sehingga amal usaha
Muhammadiyah khususnya bidang pendidikan dapat lebih unggul serta mampu
mengemban misi dakwah dan tajdid Muhammadiyah.
2.
Permasalahan Profesionalisme Guru
Salah
satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah
pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai
ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun
posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan
variable penting bagi keberhasilan pendidikan.
Namun
kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih-lebih guru honorer, yang
tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru
tanpa melalui system seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional
ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal.
Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah”
bagi pendidikan Muhammadiyah masa kini.
3. Masalah
kebudayaan (alkulturasi)
Kebudayaan
yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun mental
spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan
kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dari
pengaruh kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses
alkulturasi yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu
dengan yang lainnya. Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan
islam yaitu dengan adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif
bagi kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan
tantangan bagi pendidikan islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang
diakibatkan oleh pengaruh budaya-budaya barat.
4. Permasalahan
Strategi Pembelajaran
Menurut
Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan
terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik.
Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma
pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan
paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal,
berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi
dan pengajaran berbasis factual atau pengetahuan.
Dewasa
ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model tradisional
ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran lebih
banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru. Hal
ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme guru.
5. Masalah
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagimana
telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada kemajuan teknologi
sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi menawarkan berbagai
kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam.
Dampak
negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan mata kita,
yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa yang sedang tumbuh
berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya.
Pengaruh negatif dari teknologi elektronik dan informatika dapat
melemahkan fungsi-fungsi kejiwaan lainya seperti kecerdasan pikiran, ingatan,
kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan aktualnya dengan alat-alat
teknologi-elektronis dan informatika seperti Komputer, foto copy dan
sebagainya.
6. Tantangan
era globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya, krisis moral.
Melalui
tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika,
perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan
berimbas pada perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan,
hamil di luar nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh
pelajar, malas belajar dan tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.
7. Dampak
negatif dari era globalisasi adalah krisis kepribadian.
Diera
globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia sedang mengalami sebuah perubahan
yang besar disegala sektor. Ini dibuktikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang begitu cepat. Dengan kemajuan teknologi dan informasi seperti
televisi, komputer, internet, media cetak dan elektronik mengakibatkan bangsa
Indonesia dapat dengan mudah mengakses informasi baik dari dalam negeri maupun
luar negeri. Selain itu, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dapat menimbulkan kemerosotan norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat,
kebobokran akhlak (perilaku), serta bentuk penyimpangan lainnya yang kini telah
merebak dalam masyarakat Indonesia khususnya generasi muda dalam hal ini
pelajar atau mahasiswa. Mereka lebih mementingkan urusan duniawi daripada
urusan akhirat.
8. Dari
semua bentuk penyimpangan ini membutuhkan suatu upaya yang sangat serius untuk
mengatasinya. Salah satu cara mengatasinya adalah melalui pendidikan, dalam hal
ini pendidikan kemuhammadiyahan. Dengan kemuhammadiyahan dampak-dampak buruk
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa di minimalisir.
A. FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
1. Faktor Internal (dari dalam diri umat Islam sendiri)
a) Sikap
Beragama Umat Islam
Kelemahan
praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk.
ü Tradisionalisme
Pemahaman
dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat
terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk
melakukan ijtihad dan pembaharuan – pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini
mempersulit agenda umat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang
banyak datang dari luar (barat). Tidak
jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk –
bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap
kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.
ü Sinkretisme
Pertemuan
Islam dengan budaya lokal disanping telah memperkaya khasanah budaya Islam,
pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan
antara sistem kepercayaan asli masyarakat-masyarakat budaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan
budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang – kadang menimbulkan persoalan
ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa
misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan
terhadap agama asli mereka yang animistik tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh – roh halus,
pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya
menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam,
Hindu, Budha, dan animisme hadir secara bersama – sama dalam sistem kepercayaan
mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara
Tauhid.
b)
Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga
pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan siste pendidikan Islam yang
khas Indonesia. Transformasi nilai –
nilai keIslamaan ke dalam pemahaman dan kesadran umat secara institusional
sangat berhutang budi pada lembaga ini.
Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi
kendala untuk mempersiapkan kader – kader umat Islam yang dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan zaman. Salah
satu kelemahan itu terletak pada mmateri pelajaran yang hanya mengajarkan
pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawuf dan
ilmu falak. Pesantren tidak mengajarkan
materi – materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika,
ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam
untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai
khalikfah di muka bumi. Ketiadaan
lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu
latar belakang dan sebab kenapa K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah,
yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang
antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
2. Faktor Eksternal
a) Kristenisasi
Faktor
eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah
Kristenisasi, yakni kegiatan – kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk
mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi
Kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang
bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Misi Kristen, baik Katholik maupun Protestan
di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan – kegiatan Kristenisasi ini
didukung dan dibantu dana – dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristenisasi
inilah yang terutama menggugah K.H. Ahmad Dahlan untuk membentengi umat Islam
dari pemurtadan.
b) Kolonialisme
Belanda
Penjajahan
Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di
wilayah Nusantara ini, baik secara sosial politik, ekonomi maupun
kebudayaan. Ditambah dengan praktek
politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin
menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan
perlawanan. Menyikapi hal ini, K.H.
Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan
terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
c) Gerakan
Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan
Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari
sejarah panjang gerakan pebaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu
Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al - Afgani, Muhammad Abduh,
Rasyid Ridha dan lain sebagainya.
Persentuhan itu terutama diperoleh melalui tulisan – tulisan Jamaluddin
al – Afgani yang dimuat dala majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh K.H.
Ahmad Dahlan. Tulisan – tulisan yang
membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi K.H. Ahmad
Dahlan, dan merealisasikan gagasan – gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal
yang riil secara terlembaga. Dalam melihat seluruh latar belakang kelahiran
Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan
besar dalam beritijhad. Prinsip –
prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada Al-Quran dan
Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memiliki karakter
dinamis dan terus berubah – ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah
banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka ( misalnya
sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan – yayasan Katolik dan
Protestan yang ba;nyak muncul di Yogyakarta waktu itu).
B. Pemikiran
dan Praktis Pendidikan Muhammadiyah
Sebagai
gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar, Muhammadiyah dituntut
untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah pengetahuan
melalui jalur pendidikan. Secara umum dapat dipastikan bahwa ciri khas lembaga
pendidikan Muhammadiyah yang tetap dipertahankan sampai saat adalah dimasukkannya
mata pelajaran Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK) di semua lembaga pendidikan
(formal) milik Muhammadiyah. Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang
memelopori pendidikan Islam modern. Salah satu latar belakang berdirinya
Muhammadiyah menurut Mukti Ali ialah ketidak efektifan lembaga pendidikan agama
pada waktu penjajahan Belanda, sehingga Muhammadiyah memelopori pembaruan
dengan jalan melakukan reformasi ajaran dan pendidikan Islam. Kini pendidikan
Muhammadiyah telah berkembang pesat dengan segala kesuksesannya, tetapi masalah
dan tantangan pun tidak kalah berat. Dalam sejumlah hal bahkan dikritik kalah
bersaing dengan pendidikan lain yang unggul. Pendidikan AIK pun dipandang
kurang menyentuh subtansi yang kaya dan mencerahkan. Kritik apapun harus
diterima untuk perbaikan dan pembaharuan. Pendidikan Muhammadiyah merupakan
bagian yang terintegrasi dengan gerakan Muhammadiyah dan telah berusia
sepanjang umur Muhammadiyah.
Secara teoritik, ada tiga alasan
mengapa pendidikan AIK perlu diajarkan :
·
Mempelajari AIK pada dasarnya agar menjadi bangsa
Indonesia yang beragama Islam dan mempunyai alam fikiran modern/tajdid/dinamis.
·
Memperkenalkan alam fikiran tajdid, dan diharapkan
peserta didik dapat tersentuh dan sekaligus mengamalkannya, dan.
·
Perlunya etika/akhlak peserta didik yang menempuh
pendidikan di lembaga pendidikan Muhammadiyah
1. KEYAKINAN DAN CITA CITA HIDUP MUHAMMADIYAH
a.
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar
Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, bercita-cita
dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai
Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan
khalifah Allah di muka bumi
b.
Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama
Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa,
Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan
hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
c.
Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
Al-Qur’an:
Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran
Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran
sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
d.
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran
Islam yang meliputi bidang-bidang: Aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan
khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
e.
Akhlak
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak
mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah rasul, tidak
bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
f.
Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang
dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
2.
Visi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan
Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa
istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar di
semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil'alamin menuju
terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
3.
Misi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma'ruf
nahi munkar memiliki misi :
1.
Menegakkan keyakinan
tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul
sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
2.
Memahami agama dengan
menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan
menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.
3.
Menyebar luaskan
ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur'an sebagai kitab Allah terakhir dan
Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
4.
Mewujudkan amalan-amalan
Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
C. REVITASI PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
1. Revitalisasi
Kata
dasar dari revitalisasi yaitu “vital”, artinya penting. Kata “re” sebelum kata
“vital” bisa diartikan sebagai proses pengulangan, dan atau sikap sadar untuk
melakukan upaya atau usaha. Jadi kata “revitalisasi” itu berarti upaya untuk
melakukan perbaikan (pementingan) dari beberapa kekurangan yang yang ada dan
diketahui sebelumnya. Perbaikan, maksud arti dari kata revitalisasi biasanya
lebih sering digunakan untuk hal-hal yang tidak nampak secara kasat mata.
Seperti paradigma, konsep dan yang lain-lain. Sementara dalam kamus besar
Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan
kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya.
2. Pendidikan
Pendidikan
adalah proses yang secara sengaja direncanakan oleh pendidik dan dialami oleh
peserta didik dalam bentuk interaksi antara pendidik dan peserta didik di
lingkungan pendidikan dan menjadikan materi pendidikan sebagai sarana
pembelajaran menuju perbaikan tingkah laku, sikap, pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan seperti yang diinginkan pendidik. Sedangkan Ahmad Marimba
mendefinisikan pendidikan sebagai suatu bimbingan atau pembinaan secara sadar
oleh pendidik terhadap perkembangan jasamani dan rohani peserta didik menuju
kepribadian yang utama. Prinsip dari rencana pendidikan itu biasanya dilakukan
dengan penuh sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kemampuan dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk terjun di
tengah-tengah masyarakat.
3. Pendidikan
Muhammadiyah
Prof. M. Yunan Yusuf, Ketua Majlis
Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah Pusat periode 2000-2005,
acapkali melontarkan wacana “Robohnya Sekolah Muhammadiyah” untuk menggambarkan
betapa rendahnya rata-rata kualitas dan mutu sekolah yang diselenggarakan
Muhammadiyah. Kritisi atas pendidikan Muhammadiyah juga muncul berkenaan dengan
belum tercerminnya nilai-nilai Islam dalam perilaku warga sekolah, belum
berhasil menekan ongkos pendidikan sampai ke batas termurah, belum sanggup
menciptakan kultur islami yang representatif, telah kehilangan identitasnya, dan
lebih kooperatif dengan kelompok penekan. Berbagai kritik tersebut tidak cukup
dijawab hanya dengan perombakan kurikulum, peningkatan gaji guru, pembangunan
gedung sekolah ataupun pengucuran dana. Untuk menyahuti dan menuntaskan
problem-problem itu harus ada keberanian untuk membongkar akar permasalahan
yang sesungguhnya, yaitu karena belum tersedianya orientasi filosofi pendidikan
Muhammadiyah dan teori-teori pendidikan modern dan islami. Karena adakalanya
keterbelakangan sektor kependidikan suatu bangsa atau suatu umat disebabkan
tidak terutama oleh keterbelakangan infrastruktur yang mendukungnya tetapi oleh
perangkat konsep yang mendasarinya. Dalam usia Muhammadiyah menjelang satu abad
dengan jumlah lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan
Perguruan Tinggi ribuan, adalah suatu yang aneh Muhammadiyah belum mempunyai
filsafat pendidikan. Bagaimana mungkin kerja hiruk-pikuk pendidikan tanpa satu
panduan cita-cita yang jelas? Apakah lagi bila dikaitkan dengan upaya mendidik
dalam rangka pembentukan generasi ke depan. Ketiadaan penjabaran filsafat
pendidikan ini, menurut Mahsun Suyuthi, merupakan sumber utama masalah
pendidikan di Muhammadiyah. Bahkan Rusli Karim menengarai bahwa kekosongan
orientasi filosofis ini ikut bertanggung jawab atas penajaman dikotomi antara
“ilmu-ilmu keagamaan” dan “ilmu umum”, yang pada giliran berikutnya akan
melahirkan generasi yang berkepribadian ganda yang tidak menutup kemungkinan
justru akan melahirkan “musuh” dalam selimut. Dengan demikian, sudah tinggi
waktunya untuk bergegas mencoba menjajagi kemungkinan munculnya satu alternatif
rumusan pendidikan Muhammadiyah sebagai ikhtiar meniti jalan baru pendidikan
Muhammadiyah. Menyatakan bahwa pendidikan Muhammadiyah belum memiliki rumusan
filosofis bukan berarti tidak ada sama sekali perbincangan ke arah itu. Laporan
seminar nasional filsafat pendidikan Muhammadiyah Majlis Dikdasmen Muhammadiyah
Pusat, telah mulai menyinggung pembahasan tentang filsafat pendidikan
Muhammadiyah, terutama tulisan A. Syafii Maarif yang berjudul “Pendidikan
Muhammadiyah, aspek normatif dan filosofis”. Sesuai dengan temanya, Maarif
hanya menelusuri hasil-hasil keputusan resmi Muhammadiyah (aspek normatif) dan
orientasi filosofis konsep ulul albab. Demikian pula buku suntingan Yunahar
Ilyas dan Muhammad Azhar berjudul Pendidikan dalam Persepektif Al-Qur’an yang
ditulis oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah, berusaha mengelaborasi konsep-konsep
pendidikan di dalam Al-Qur’an dan mendialogkan wahyu dengan perkembangan
teori-teori pendidikan mutakhir. Karya terakhir yang patut dipertimbangkan
adalah buku Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam
dan Dakwah karya Abdul Munir Mulkhan, seorang aktifis Muhammadiyah. Menurutnya,
kemacetan intelektualisme Islam serta kemandegan ilmu pengetahuan dan teknologi
di dunia Muslim akibat berkembangnya semacam “ideologi ilmiah” yang menolak
apapun yang bukan berasal dari Islam.
4. Problem
Pendidikan Muhammadiyah
Problem pendidikan Muhammadiyah terletak pada empat
hal, yakni :
ü problem
ideologi ialah banyak dan berlalu-lalangnya paham-paham keagamaan lainnya yang
tidak sevisi dengan Muhammadiyah. Kehadiran paham-paham tersebut tentu saja
disebabkan karena begitu lemahnya daya kontrol persyarikatan terhadap amal
usaha pendidikan. Karena itu, menjadi wajar apabila para Muhammadiyah dadakan
dapat lebih leluasa dalam membuka palang pintu masuknya paham-paham keagamaan
non Muhammadiyah di lembaga pendidikan yang dipimpinnya.
ü problem
paradigmatik. Problem ini sesungguhnya muncul akibat “kegagalan” para pimpinan
amal usaha pendidikan dalam menafsirkan serta memahami maksud dan tujuan
Muhammadiyah. “Kegagalan” yang dimaksud terletak pada satu bentuk kesalahan
dalam memaknai sejarah. Para pimpinan amal usaha pendidikan tidak lagi melihat
sejarah secara kritis, sehingga seringkali terjebak pada romantisme sejarah itu
sendiri. Dalam hal ini, kejayaan sejarah Muhammadiyah, terlebih kesuksesan amal
usaha pendidikan yang dikelolanya, bukan lagi ditempatkan sebagai epos masa
lalu yang mengandung hikmah dan ibrah untuk dijadikan bekal dalam
menatap masa depan. Dengan demikian menjadi wajar apabila banyak ditemukan
institusi pendidikan Muhammadiyah yang cenderung bangga dengan kemapanan,
sehingga hal itu ber-dampak pada keringnya inovasi untuk mengembangkan dirim . Di
samping itu, problem paradigmatik juga dapat dilihat pada hilangnya orientasi
para pimpinan amal usaha pendidikan dalam menafsir ulang maksud dan tujuan
Muhammadiyah secara sinergis dengan visi lembaga yang dipimpinnya. Hal ini yang
kadang kala menjadikan visi di antara keduanya justru berlainan, dan bahkan
juga ada yang saling berseberangan. Dalam menafsirkan istilah modern misalnya,
tidak sedikit para pimpinan amal usaha yang justru terbelenggu dengan pelbagai
program-program masa kini, seperti sukses Ujian Nasional. Banyak para pimpinan
amal usaha yang memiliki anggapan jika sukses ujian nasional adalah prioritas,
sementara ISMUBA di-tempatkan sebagai pelengkap .
ü problem
profesionalisme manajemen. Sebagaimana diketahui bahwa amal usaha pendidikan
Muhammadiyah umumnya lahir, tumbuh, dan berkembang dari bawah (grass root),
seperti tokoh-tokoh Muhammadiyah yang didukung oleh masyarakat sekitar.
Tujuannya pun juga jelas, di mana para tokoh tersebut ingin menjadikan lembaga
pendidikan Muhammadiyah sebagai sarana dakwah, upaya sosialisasi dan penanaman
ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat. Sokongan masyarakat itu juga dapat
berdampak positif dan negatif. Dari sisi positif, lembaga pendidikan memiliki
kekuatan besar untuk dapat “bertahan hidup”, meskipun jumlah siswanya sedikit.
Semangat yang tiada pernah mengenal kata menyerah untuk melaksanakan dakwah
melalui jalur pendidikan tiada kunjung surut. Namun, pada sisi negatifnya
yaitu, lembaga pendidikan terkadang justru dikelola seadanya, tidak teratur,
dan tidak terencana dengan baik. Hal inilah yang terkadang menjadi salah satu
penyebab “lemahnya” lembaga pendidikan Muhammadiyah saat berkompetisi dengan
lembaga pendidikan lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan adanya reformasi
manajemen. Reformasi manajemen yang dimaksud ialah suatu upaya untuk
meruntuhkan budaya-budaya pengelolaan sekolah Muhammadiyah bersifat
konvensional dan dialihkan menjadi manajemen mutu terpadu .
ü problem
pengembangan pendidikan. Problem ini sesungguhnya tidak sepenuhnya menjadi
tanggungjawab pengelola lembaga pendidikan, seperti Kepala dan warga sekolah.
Dalam hal ini, problem pengembangan pendidikan Muhammadiyah lebih ditujukan
kepada pihak penyelenggara, yakni persyarikatan dan khususnya Majelis
Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen). Sampai saat ini, Majelis Dikdasmen
belum memiliki blue print yang jelas mengenai pola pengembangan
pendidikan Muhammadiyah . Kerja-kerja praktis (untuk tidak dikatakan pragmatis)
administratif dan birokratis telah menjebak penyelenggara pendidikan
Muhammadiyah dalam menjalankan kegiatan-kegiatan rutinan. Dalam keseharian,
pihak penyelenggara cenderung habis energinya dalam mengurusi beban struktural,
dibanding melahirkan karya intelektual yang berisi konsep ilmiah mengenai
pengembangan pendidikan Muhammadiyah. Belum adanya konsep tersebut acapkali
menjadikan pihak pelaksana pendidikan terseok-seok, dan bahkan gagap dalam
menghadapi berbagai isu-isu pendidikan, seperti deschooling society,
sekolah gratis, dan lain-lain.
Daftar
Pustaka
Sairin,
Weinata , Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Jakarta: PT Fajar
Interpratama, 1995.
Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Grafindo Persada, 1990.
Asrofie, M
Yusron, Kyai Haji Ahmad Dahlan, Pemikiran dan Kepemimpinannya,
Yogyakarta: Yogyakarta Offset, 1983.
Mulkhan,
Abdul Munir, Warisan Intelektual KH Ahmad Dahlan dan Amal Muhammadiyah Cet
I, Yogyakarta: PT Percetakan Persatuan, 1990.
Anshoriy Ch,
Nasruddin, Matahari Pembaharuan, Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher,
2010.
Jatmika. Sidik, Kauman; Muhammadiyah Undercover, Yogyakarta: Ge