Proposal
Penelitian Kualitatif
"Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa
ditinjau dari Lingkungan Kos-kosan"
Disusun Oleh
:
riowansyah
1321180022
Dosen Pembimbing
Elfahmi lubis,s.PD m.pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2015
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Perilaku
Seks Pranikah Mahasiswa ditinjau dari Lingkungan Kos-kosan “. Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada
mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan . Dalam pelaksanaan penyusunan
proposal ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang tulus kepada:
- Keluarga tercinta yang telah membantu penulis dengan Do’a dan dukungan dalam berbagai hal.
- Bapak Elfahmi lubis,S.pd, M.Pd selaku Dosen Pembimbing sekaligus Dosen pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan Rekan-rekan yang senasib dan seperjuangan yang telah memberikan bantuan, masukan, kritikan dan saran-saran.
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah
diberikan menjadi amal ibadah bagi keluarga, bapak, dan rekan-rekan, sehingga
memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa
proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan proposal atau tulisan
penulis berikutnya. Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat
dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan khususnya
pendidikan ppkn.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
.
BAB I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah …………………………………………………....................4
B.
Fokus Penelitian………………………………………………......................................6
C.
Rumusan Masalah………………………………….......................................................6
D.
Tujuan Penelitian……………………………………………………………................6
E.
Manfaat Penelitian……………………………………………………………..............7
BAB II. LANDASAN TEORI
A.
Definisi remaja ……………………………………………….....................................8
·
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja
B.
Kost-kostan ……………………………………………..............................................9
C.
Seks Pra Nikah …………………………………………...........................................10
·
Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan seks
pranikah
·
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seks
pranikah mahasiswa
·
Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku seks pranikah
di tempat kos
·
Akibat Seks Bebas Pranikah
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A.
Metode…………………………………………........................................................16
B.
Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data.............................................................16
C.
Instrumen Penelitian....................................................................................................17
D.
Teknik Analisis Data...................................................................................................17
E.
Pengujian Kredibilitas Data........................................................................................18
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa transisi
dari anak-anak menuju dewasa. Beberapa perubahan lingkungan menghasilkan
perbedaan dalam periode transisi ini. Sebagai contoh, seorang mahasiswa sebagai
remaja akhir mengalami transisi dari sekolah menengah menuju universitas yang
melibatkan gerakan menuju satu struktur sekolah yang lebih besar, dan tidak
bersifat pribadi; interaksi dengan kelompok sebaya dari daerah yang lebih
beragam dan kadang lebih beragam latar belakang etniknya; dan peningkatan
perhatian pada prestasi dan penilaiannya.
Transisi dari sekolah menengah
atas menuju universitas dapat melibatkan hal-hal yang positif. Pelajar mungkin
lebih merasa dewasa, lebih banyak pelajaran yang dapat dipilih, lebih banyak
waktu untuk dihabiskan bersama kelompok sebaya, lebih banyak kesempatan untuk
mengeksplorasi berbagai gaya hidup dan nilai-nilai, dan menikmati kemandirian
yang lebih luas dari pengawasan orang tua. Hal ini ia tunjukkan pada saat
melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas, banyak dari mereka yang memilih
tinggal di kos-kosan.
Selain karena faktor tersebut
diatas, lokasi rumah yang berjauhan dari tempat kuliah juga membuat sebagian
mahasiswa memilih kos-kosan sebagai rumah kedua. Banyak hal yang positif yang
di dapat dari tinggalnya mahasiswa di kos-kosan ini. Antara lain, mereka jadi
lebih mandiri. Namun juga tidak terlepas dari sisi negatif, yaitu kurangnya
pengawasan dari orang tua dan pemilik kos, ditambah letak kamar kos yang
terlalu terbuka (bebas pengunjung) serta interaksi antar warga kos yang minim
membuat remaja bisa melakukan segala sesuatu di wilayah teritorinya (dalam
kamar), seperti melakukan hubungan seks. Menurut Bronfenbrenner (1979;1989)
dalam Santrock (2003) beberapa hal yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya
aktivitas seksual remaja adalah kurangnya pengawasan orang tua dan rendahnya
pengawasan lingkungan.
Interaksi yang dilakukan tanpa pengawasan yang baik,serta desain
kos-kosan yang terbuka (untuk umum) memberikan kebebasan dan peluang bagi
remaja untuk melakukan atau mempraktekkan segala rasa ingin tahu yang
dimilikinya, termasuk seks. Dorongan-dorongan seksual tersebut akan meningkat
dengan adanya penyebaran informasi melalui media massa seperti VCD, buku
stensilan, photo, majalah, internet, dan lain-lain. Meningkatnya dorongan
seksual didukung oleh rasa ingin tahu serta kondisi lingkungan yang bebas
inilah yang akan memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan seks pranikah.
Ancaman pola hidup seks bebas remaja
secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin
serius. Hasil polling yang dilakukan tahun 2000-2002 terhadap 1000 remaja
(mahasiswa) di Bengkulu itu menemukan bahwa tempat yang biasa digunakan untuk
melakukan hubungan seksual itu ternyata 51,5 % dilakukan di tempat kos, 30% di
rumah, 27,3% di rumah perempuan, 11,2% di hotel, 2,5% di taman, dan 2,4% di
tempat rekreasi, 1,3% di kampus, 0,4% di mobil, dan 0,7% tak diketahui
tempatnya. Hal ini juga didukung oleh hasil riset Synote tahun 2004 yang
dilakukan di empat kota yakni Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan membuktikan
bahwa dari 450 responden, Sebanyak 40% responden melakukan hubungan seks
dirumah, sedangkan 26% melakukannya ditempat kos, dan 20% lainnya dikamar
hotel.
Banyak mahasiswa yang menjadikan
kos-kosan sebagai tempat melakukan hubungan seks karena ada kecenderungan pola
hubungan sosial yang sangat renggang antara pemilik dengan penghuni kos.
Misalnya pemilik kost tidak mau tahu apa yang dikerjakan oleh anak kost dan
anak kost pun tidak mau tahu juga dengan pemilik kost sehingga membuat
kehidupan seksual di tempat kost menjadi sangat bebas.
Berdasarkan
survei awal yang dilakukan peneliti di daerah Bengkulu, banyak sekali tedapat
tempat-tempat kost yang diperuntukkan bagi pelajar dan mahasiswa, tempat
tersebut ada yang khusus untuk perempuan atau laki-laki, bahkan ada yang dihuni
oleh perempuan dan laki-laki (campur). Tempat kost yang dihuni ada yang diawasi
ibu kost maupun tidak diawasi. Yang dimaksud dengan diawasi adalah anak-anak
kost tinggal satu rumah (bersama) dengan pemilik kost, dan pemilik kost
tersebut membuat peraturan-peraturan seperti jam berkunjung yang dibatasi
hingga jam 9 malam, dan menyediakan tempat khusus untuk menerima tamu. Ini
menandakan tingkat teritori dan privasi warga kos yang cukup tinggi. Sedangkan
tempat kost yang tidak diawasi atau tidak ada pemilik kostnya, rumah tersebut
dibuat dengan banyak kamar-kamar yang diisi oleh perempuan dan laki-laki
(campur), dan tidak ada peraturan-peraturan seperti tempat khusus menerima tamu
atau batas waktu berkunjung sehingga mereka dapat berbuat sesuka hatinya,
misalnya dengan mengajak tamu langsung masuk ke dalam kamar. Ini menandakan
rendahnya tingkat privasi dan teritori warga kos yang ada di dalamnya. Tempat
kost seperti itu dapat membuka peluang atau kesempatan untuk melakukan seks.
Susan Rogi (2007), Sarjana Psikologi menyatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku secara signifikan dalam diri remaja didukung dengan adanya rumah kost
campur, pria dan wanita. Di tempat itu mereka lebih bebas mengekpresikan nafsu
mudanya bersama lawan jenis satu kost.
Oleh karena begitu maraknya
permasalahan perilaku seks bebas dikalangan remaja yang mayoritas dilakukan
pranikah, maka peneliti tertarikmelakukan penelitian lebih jauh mengenai
“Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa ditinjau dari Teritori dan Lingkungan
Kos-kosan”.
B. Fokus Penelitian
Fokus
penelitian diarahkan pada :
1.
Perilaku seks pranikah mahasiswa di kost yang diawasi
(kost khusus) dan tidak diawasi (kost campur)
2.
Sikap mahasiswa terhadap teritorinya di kost-kostan
3.
Faktor penyebab perilaku seks pranikah mahasiswa di
kost
C. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana gambaran perilaku seks pranikah mahasiswa di
kost yang diawasi (kost khusus) dan tidak diawasi (kost campur)?
2.
Apa saja faktor penyebab perilaku seks pranikah
mahasiswa di kost?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk
mengetahui gambaran perilaku seks pranikah mahasiswa ditinjau dari teritori dan
lingkungan kos-kosan
2. Tujuan
Khusus
ü Gambaran
perilaku seks pranikah mahasiswa di kost yang diawasi (kost khusus) dan tidak
diawasi (kost campur)?
ü Sikap
mahasiswa terhadap teritorinya di kost-kostan?
ü Faktor apa
saja yang melatarbelakangi perilaku seks pranikahmahasiswa di lingkungan
kos-kosan
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki
dua manfaat, yaitu :
1.
Manfaat
Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi psikologi sosial sebagai sumber penelitian
yang akurat terhadap perilaku sosial remaja yang tinggal dilingkungan kampus.
2.
Manfaat
Praktis
Hasil
penelitian diharapkan bermanfaat bagi remaja, orang tua, pengelola kos-kosan
dan universitas sebagai berikut :
a.
Manfaat bagi Remaja : Mengetahui sifat dan karakter
pada masa remaja sehingga remaja tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas.
b.
Manfaat bagi Orang Tua : Mengenal perilaku dan
kepribadian remaja sehingga dapat melakukan edukasi dini dan perhatian lebih
kepada anak-anaknya yang berada pada masa remaja.
c.
Manfaat bagi Pengelola Kos-kosan : Lebih memperhatikan
desain kos, memperhatikan warga kosserta menerapkan peraturan-peraturan yang
dapat mencegah terjadinya seks bebas di kos-kosan.
d.
Manfaat bagi Universitas : Mengetahui kondisi
pergaulan mahasiswa di lingkungan sekitar universitas, sehingga dapat
memberikan rekomendasi kos-kosan yang baik kepada mahasiswa baru.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Remaja
Masa Remaja (adolescence) ialah
periode perkembangan transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, yang
dimasuki pada usia kira-kira 10-12 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun.
Masa remaja bermula dengan perubahan fisik yang cepat, pertumbuhan tinggi dan
berat badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan
karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan
kumis, dan dalamnya suara. Pada masa perkembangan ini, pencapaian kemandirian
dan identitas sangat menonjol, pemikiran semakin logis, abstrak, dan
idealistis, dan semakin banyak waktu yang diluangkan di luar keluarga.
Konsep Storm and Stress view
dari G. Stanley Hall mengatakan bahwa masa remaja ialah masa pergolakan yang
penuh dengan konflik dan buaian suasana hati. Remaja adalah manusia yang sedang
berada pada suatu periode kehidupan puber, tepatnya ketika seseorang berada
pada masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa pemulaan dewasa. Pada saat
itu seorang remaja sedang meninggalkan sifat kekanak-kanakan menuju alam dewasa
yang memikul tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban tertentu dalam masyarakat
Menurut Darajat (dalam Willis,1994) remaja adalah usia transisi dimana
seorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh
ketergantungan, akan tetapi belum mampu keusia kuat dan penuh tanggung jawab
baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat, adapun masa usia remaja
dimulai pada usia 13 sampai 21 tahun..
Menurut Monks dan Knoers (2002), suatu analisis yang cermat mengenai semua
aspek perkembangan dalam masa remaja, yang secara global berlangsung antara
umur 12- 21 tahun, dengan pembagian 12 -15 tahun masaremaja awal, 15 -18 tahun
untuk masa remaja pertengahan dan 18 -21 tahun untuk remaja akhir.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Remaja
(adolescence) adalah masa transisi atau perahlihan dari masa kanak-kanak menuju
dewasa yang ditandai adanya aspek fisik, psikis, dan psikososial secara
kronologis usia remaja bekisar antara usia 12 sampai 21 tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan remaja.
Menurut pandangan Gunarsa dan Gunarsa (dalam Dariyo,
2004) bahwa secara umum terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
remaja yaitu
a)
Faktor Endogen
Dalam pandangan ini dinyatakan
bahwa perubahan fisik dan psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat
herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya, misalnya postur tubuh,
bakat, minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya.
b)
Faktor Eksogen
Dalam pandangan ini menyatakan bahwa
perubahan dan perkembangan indivudu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berasal dari luar diri individu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
B. Kost-kostan
Rumah Kost adalah sebuah hunian
yang dipergunakan oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai tempat tinggal
sementara atau sebuah hunian yang sengaja didirikan oleh pemilik untuk
disewakan kepada beberapa orang dengan system pembayaran per bulan. Menurut
pemerintah atau dinas perumahan rumah, kos dapat memiliki ciri-ciri atau
diartikan sebagai berikut:
·
Perumahan pemondokan/rumah kost adalah rumah yang
penggunaannya sebagian atau seluruhnya dijadikan sumber pendapatan oleh
pemiliknyadengan jalan menerima penghuni pemondokan minimal 1 (satu) bulandengan
memungut uang pemondokan;
·
Pengelola rumah kost adalah pemilik perumahan dan atau
orang ygmendapatkan izin dari pemilik untuk mengelola rumah kost;
·
Penghuni adalah penghuni yg menempati rumah kost
sekurang-kurangnya 1(satu) bulan dgn membayar uang pemondokan;
·
Uang Pemondokan/ kost adalah harga sewa dan biaya
lainnya yg dibayaroleh penghuni dgn perjanjian.
Tempat kost yang dihuni ada yang
diawasi ibu kost maupun tidak diawasi.
· Kost yang diawasi adalah anak-anak
kost tinggal satu rumah (bersama) dengan pemilik kost, dan pemilik kost
tersebut membuat peraturan-peraturan seperti jam berkunjung yang dibatasi
hingga jam 9 malam, dan menyediakan tempat khusus untuk menerima tamu.
· Kost yang tidak diawasi atau tidak
ada pemilik kostnya, rumah tersebut dibuat dengan banyak kamar-kamar yang diisi
oleh perempuan dan laki-laki (campur), dan tidak ada peraturan-peraturan
seperti tempat khusus menerima tamu atau batas waktu berkunjung sehingga mereka
dapat berbuat sesuka hatinya, misalnya dengan mengajak tamu langsung masuk ke
dalam kamar.
Susan Rogi (2007), Sarjana Psikologi menyatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku secara signifikan dalam diri remaja didukung dengan adanya rumah kost
campur, pria dan wanita. Di tempat itu mereka lebih bebas mengekpresikan nafsu
mudanya bersama lawan jenis satu kost.
C. Seks Pra Nikah
Perilaku seksual adalah
manifestasi dari adanya dorongan seksual yang dapat diamati secara langsung
melalui perbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap perilaku seksual dari tahap
yang paling ringan hingga yang paling berat (Purnomowardani dan Koentjoro,
2000).
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan lawan jenis. Bentuk-bentuk
tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai
tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Sarwono, 2004)
Menurut Taufik, perilaku seksual pranikah di Indonesia terjadi mulai dari
beberapa tahapan yaitu dari mulai menunjukkan perhatian pada lawan jenis,
pacaran, berkencan, lips kissing, deep kissing, genital stimulation, petting,
hingga sexual intercourse.
Menurut Scanzoni dan Szanconi (dalam Hadi, 2006) hubungan seks pranikah
yang dilakukan pria dan wanita yang belum perkawinan, dimana nantinya mereka akan
menikah satu sama lain atau masing-masingakan menikah dengan orang lain.Jadi
tidak hanya terbatas pada orang yang berpacaran saja. Hubungan seksual
iniumumnya terjadi diantara mereka yang telah meningkat remaja menuju dewasa.
Hal inisangat mungkin terjadi mengingat pada saatseseorang memasuki masa remaja
mulai timbul dorongan-dorongan seksual didalamdirinya. Apalagi pada masa ini
minat merekadalam membina hubungannya terfokus pada
lawan jenis.
Sedangkan menurut Melodina(1990) mengatakan bahwa hubungan sekspranikah
adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang insan yang belum menikah
atau yang belum mereka terikat oleh tali perkawinan. Perilaku seksual pranikah
adalah kegiatan seksual yang melibatkan dua orang yang saling menyukai atau saling
mencintai, yang dilakukan sebelum perkawinan (Indirijati, 2001).
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa seks pranikah atau pre-marital sex merupakan aktivitas seksual yang
dilakukan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah menurut hukum maupun menurut
agama. Bentuk-bentuk aktivitas seksual prnikah yang dilakukan biasanya beragam
pula. Mulai dari sekedar pegangan tangan, berciuman, berangkulan, petting
(salning menggesekkan kelamin), sampai yang paling mengkhawatiran, yakni
melakukan hubungan kelamin (sex intercourse).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi remaja melakukan seks pranikah.
Menurut Ronosulistyo (dalam Hadi, 2006) faktor-faktor yang menyebabkan
remaja melakukan hubungan seksual pranikah yaitu :
1) Usia
Penelitian Fisgher dan Hall
menunjukan bahwa remaja menengah dan remaja akhir, cenderung lebih memiliki
sikap permisif dibandingkan remaja awal, dimana pengaruh orang tua masih cukup
besar mempengaruhi sikap mereka tetapi Chilman menyatakan bahwa perilaku
seksual pranikah akan mulai terjadi jika seseorang sudah berusia 16 tahun atau
seseorang yang mengalami masa pubertas lebih cepat (Rice, 1990). Terlepas dari
kedua pendapat diatas,. Reiss dan Miller (dalam Hadi, 2006) mengungkapkan
adanya suatu kecenderungan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka
tingkat perilaku seks pranikah semakin meningkat.
2) Jenis
Kelamin
Pria cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual pranikah
dibandingkan wanita (Faturochman, 1992). Roche dalam penelitiannya menemukan
bahwa pria lebih mementingkan keintiman fisik tanpamemperhatikan keterlibatan
emosional dalam hubungan heteroseksual. Sedangkan wanita lebih mementingkan
kualitas hubungan sehingga pada wanita keterlibatan emosional mempengaruhi
tingkat penerimaan keintiman fisik yang dilakukan pasangannya.
3) Agama
Sekuat-kuatnya mental seseorang
remaja agar tidak tergoda dengan polahidup seks bebas jika remaja terus
mengalami godaan dalam kondisi yangbebas dan tidak terkontrol, tentu saja suatu
saat akan tergoda pula untukmelakukannya. Godaan semacam ini akan lebih berat
lagi bagi remaja yang memang benteng mental agamanya atau sistem religius yang
tidak kuat dalam diri individu. Clayton dan Bokermier menemukan bahwa
sikaptidak permisif terhadap hubungan seksual pranikah dapat dilihat dari aktifitas
keagaaman dan religiusitas (Rice, 1990).
4) Pendidikan
Pendidikan memiliki hubungan yang significant dan negatif dalam
keserbabolehan dalam perilaku seks pranikah (Faturochman,1992). Ini berarti
dengan semakin tingginya seseorang maka akan semakin tidak permisif terhadap
perilaku seks pranikah. Di barat kenyatannya yang terjadi justru sebaliknya.
tingkat pendidikan cenderung significant dan positif terhadapa perilaku seks
pranikah. Hal ini ada kaitannya dengan pola berfikir mereka, dimana mereka
memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang perilaku seks yang bertanggung
jawab, misalnya tentang penggunaan alat pencegah kehamilan. Hal ini menyebabkan
mereka merasa dapat menyalurkan hasrat seksual walaupun belum menikah, tetapi
dengan cara yang lebih bertanggung jawab (Sarwono, 2000). Mereka yang terjerumus
dalam seks bebas tersebut sesungguhnya hanya didorong rasa ingin tahu dan
coba-coba.
5) Kelas Sosial
Secara umum kelas sosial dianggap permisif terhadap perilaku seksual
pranikah. Pada kenyataannya Reiss menemukan bahwa pada kelas sosial ekonomi
bawah, menengah, dan atas dari segmen konservatif, maka kelas bawah justru
lebih konservatif. Di lain pihak jika yang diteliti segmen liberal, justru
kelas sosial atas yang cenderung permisif. Bayer, Klassen & Levit (dalam
Etikariena, 1998) mengatakan pada temuan terakhir menyebutkan bahwa kelas
sosial ekonomi tidak menunjukan hubungan yang tinggi terhadap perilaku seks
pranikah.
6) Ketidakhadiran
Orang Tua
Jika ada remaja yang sampai melakukan perilaku seks pranikah, itu hanya
karena bebasnya pergaulan dan mungkin dari faktor dari bimbingan atau pola asuh
orang tua dirumah yang tidak peduli atau tidak terbuka untuk membicarakan seks
pada anaknya.Padahal disaat ini pergaulan didunia remaja semakin bebas. Pada
keluarga yang tinggal dikota besar, sudah merupakan suatu pola kehidupan yang
dimana ayah dan ibu bekerja. Hal tersebut sering kali mengakibatkan kehidupan
anakanak mereka kurang mendapatkan perhatian yang cukup. Sehingga pada remaja
kurang dapatn mendapatkan pengawasan dari orang tua dan memilki kebebasan yang
terlalu besar (Rice, 1990).
7) Pengalaman
Pacaran ( Hubungan Afeksi)
Individu yang pernah menjalin hubungan afeksi atau berpacaran dari umur
yang lebih dini, cenderung permisif terhadap perilaku seks pranikah. Begitu
juga dengan halnya dengan individu yang telah banyak berpacaran dengan individu
yang berusia sebaya dengannya. Staples (1978) menyebutkan bahwa pengalaman
berpacaran dapat menyebabkan seseorang permisif terhadap perilaku seks
pranikah. Tetapi Faturochman (1992) dalam penelitiannya menemukan bahwa
pengalaman pacaran tidak dapat mempengaruhi dalam berprilaku hubungan seks
pranikah.
8) Media
Maraknya tontonan dan bacaan –bacaan porno baik melalui TV, VCD, maupun
internet dan media-media lainnya yang membuat terdorong untuk mencoba melakukan
dan merasakan sensasi-sensai seksual, hingga akhirnya melakukan seks bebas
pranikah
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi perilaku seks pranikah mahasiswa, yaitu:
·
Mahasiswa sebagai remaja mengalami perubahan hormonal
yang dapat meningkatkan hasrat seksual remaja,
·
Penundaan usia perkawinan yang dialami mahasiswa
karena sedang menempuh pendidikan sehingga penyaluran hasrat seksual itu tidak
dapat segera dilakukan pada orang yang tepat,
·
Norma agama yang melarang hubungan seks sebelum
menikah namun remaja yang tidak dapat menahan hawa nafsu akan cenderung
melanggar norma agama,
·
Dengan semakin canggihnya tekhnologi (seperti
internet) menyebabkan penyebaran informasi secara cepat dan mudah, baik
informasi yang bersifat positif maupun negatif. Informasi yang diterima
tersebut dapat mempengaruhi perilaku seksual seseorang,
·
Adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, seperti banyak tempat kos campur,
batas jam malam yang longgar, dan kebebasan ruang untuk berkunjung (Sarwono,
2004).
Faktor-faktor
yang menyebabkan perilaku seks pranikah di tempat kos
Faktor-faktor yang mempengaruhi seks
pranikah di tempat kost adalah sebagai berikut:
1. Teman Sebaya
Pada masa remaja, kedekatannya dengan kelompok sebayanya sangat tinggi.
Remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh
teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang
lebih dapat dipercaya.
2. Kondisi
Rumah Kost
Kurangnya pengawasan dari orang tua dan pemilik kos,
ditambah letak kamar kos yang terlalu terbuka (bebas pengunjung) serta
interaksi antar warga kos yang minim membuat remaja bisa melakukan segala
sesuatu di wilayah teritorinya (dalam kamar) sehingga membuat kehidupan seksual
di tempat kost menjadi sangat bebas.
Kost yang dihuni ada yang diawasi
ibu kost maupun tidak diawasi. Yang dimaksud dengan diawasi adalah anak-anak
kost tinggal satu rumah (bersama) dengan pemilik kost, dan pemilik kost
tersebut membuat peraturan-peraturan seperti jam berkunjung yang dibatasi
hingga jam 9 malam, dan menyediakan tempat khusus untuk menerima tamu. Ini
menandakan tingkat teritori dan privasi warga kos yang cukup tinggi. Sedangkan
tempat kost yang tidak diawasi atau tidak ada pemilik kostnya, rumah tersebut
dibuat dengan banyak kamar-kamar yang diisi oleh perempuan dan laki-laki
(campur), dan tidak ada peraturan-peraturan seperti tempat khusus menerima tamu
atau batas waktu berkunjung sehingga mereka dapat berbuat sesuka hatinya,
misalnya dengan mengajak tamu langsung masuk ke dalam kamar. Ini menandakan
rendahnya tingkat privasi dan teritori warga kos yang ada di dalamnya. Tempat
kost seperti itu dapat membuka peluang atau kesempatan untuk melakukan seks.
Susan Rogi (2007), Sarjana Psikologi menyatakan bahwa terjadi perubahan
perilaku secara signifikan dalam diri remaja didukung dengan adanya rumah kost
campur, pria dan wanita. Di tempat itu mereka lebih bebas mengekpresikan nafsu
mudanya bersama lawan jenis satu kost. Selain itu ada penjaga kost yang
mengizinkan tamu laki-laki masuk dan sebagian ibu kost tidak mengetahuinya.
Rumah kos yang di awasi kecil kemungkinan untuk dapat melakukan seks bebas,
karena adanya peraturan-peraturan yang dibuat oleh ibu kost seperti jam
berkunjung yang di batasi, tidak boleh ada teman yang menginap, dan apabila
keluar kos tidak boleh terlalu malam. Tidak seperti kost yang tidak diawasi.
Anak kost bisa sesuka hatinya melakukan apa pun termasuk mengajak tamu laki-laki
untuk masuk langsung ke dalam kamarnya.
Dari segi biaya, melakukan hubungan seks di kamar kos
tidak memerlukan biaya. Perilaku seks di kamar kos juga meminimalkan pandangan
dari orang lain terhadap sebutan cewek nakal atau cowok nakal (kompas)
Akibat Seks Bebas Pranikah
ü Dapat
menyebabkan kehamilan yang tak diinginkan (KTD). Ini terjadi karena oragan
reproduksi remaja sudah bekerja dengan baik. Apalagi jika memalkukannya tanpa
pengaman.
ü Bisa memicu
terjadinya aborsi, terutama jika kehamilan yang tidak diinginkan akibat seks
bebas itu benar-benar mengganggu ketenangan.
ü Dapat
menyebabkan terjangkitnya penyakit menular (PMS). Diantaranya seperti sifilis,
AIDS, dan kanker mulut rahim.
ü Mengakibatkan
dampak yang bersifat psikologis. Diantaranya trauma, rasa bersalah, takut
ditinggal pasangan, dan kehilangan dukungan sosial baik dari keluarga, teman,
maupun lingkungan sekitar.
ü Bisa membuat
perkawinan terpaksa secara dadakan atau maried by accident atau MBA.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode
Untuk menemukan model gambaran
perilaku seks pranikah mahasiswa ditinjau dari teritori lingkungan
kost-kostannya, dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan
butir-butir rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, maka digunakan
penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan
tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (Nasution:, 1988:5). Dalam penelitian
ini yang akan diamati adalah gambaran
perilaku seks pranikah mahasiswa ditinjau dari teritori lingkungan
kost-kostannya serta apa yang melatar belakangi perbuatan tersebut.
Peneliti menggunakan metode
penilitian kualitatif karena permasalahan belum jelas, holistik, kompleks,
dinamis, dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial
tersebut dijaring dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Selain itu
peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola,
hipotesis, dan teori.
Dengan digunakan metode penelitian kualitatif,
maka data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan
bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. Penggunaan metode kualitatif
ini bukan karena metode ini baru dan lebih “trendy”, tetapi memang permasalahan
lebih tepat dicarikan datanya dengan metode kualitatif. Dengan metode
kuantitatif, tentu saja akan sulit untuk mengetahui bagaimana privacy dan
self-esteem pada remaja tunanetra, karena hampir mustahil jika penelitian
didasarkan pada kuesioner dan angket, sehingga seluruh permasalahan yang telah
dirumuskan tidak akan terjawab dengan metode kuantitatif. Dengan metode
kuantitatif fakta-fakta yang tidak tampak oleh indera akan sulit diungkapkan.
Sedangkan dengan metode kualitatif, akan dapat diperoleh data yang lebih
tuntas, pasti, sehingga memiliki kredibilitas yang tinggi.
B. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber dan teknik pengumpulan data dalam penelitian disesuaikan dengan
fokus dan tujuan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, sampel sumber data
dipilih, dan mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan pandangan
informan, yakni bagaimana mereka memandang dan menafsirkan dunia dari
pendiriannya. Peneliti tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk mendapatkan data
yang diinginkan.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik pengambilan purposivesampling dengan sampel yang mudah
ditemui (non-random). Adapun kriteria mahasiswa kos yang dapat dijadikan sampel
adalah sebagai berikut:
·
Pada masa remaja akhir kira-kira berusia antara 18 -
21 tahun
·
Sedang atau pernah menjalin relasi heteroseksual
·
Belum menikah
·
Tinggal di tempat kos wilayah sekitar Universitas muhammadiyah
bengkulu
Dalam penelitian ini menggunakan 2
orang untuk menjadi sampel penelitian. Satu orang dari kos-kosan bunga (diawasi
ibu kost)dan satu orang dari kos-kosan matahari (tidak diawasi ibu kost).
Pada penelitian ini, teknik
pengumpulan data yang utama digunakan adalah observasi tersamar, wawancara
mendalam, studi dokumentasi, dan terianggulasi. Dalam observasi tersamar,
peneliti secara rahasia melakukan observasi, baik observasi terhadap bentuk
kost-kostan, lingkungan kost-kostan, serta observasi terhadap sumber data.
Selain itu wawancara mendalam juga dilakukan terhadap sumber data ataupun orang
terdekat yang ada disekitarnya (mis: ibu kost) dengan menggunakan wawancara
tipe semistruktur. Studi dokumentasi dan trianggualasi teknik juga diperlukan
untuk menunjang kesempurnaan data-data yang lain.
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen
penelitian yang utama adalah peneliti sendiri. Namun setelah fokus penelitian
menjadi jelas mungkin akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang
diharapkan dapat digunakan untuk menjaring data pada sumber data yang lebih
luas, dan mempertajam serta melengkapi data hasil observasi, wawancara dan
dokumentasi.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles and Huberman pada saat
pengumpulan data dan Spradley pada saat data telah terkumpul dengan
trianggulasi.
Miles and Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus
pada setiap tahapan penelitian sampat tuntas, dan datanya sampai jenuh.
Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification.
Selanjutnya menurut Spradley teknik
analisis data disesuaikan dengan tahapan dalam penelitian. Pada tahap
penjajahan dengan teknik pengumpulan data grand tour question, analisis data
dilakukan dengan analisis domain. Pada tahap menentukan fokus analisis data
dilakukan dengan analisis taksonomi. Pada tahap selection, analisis data
dilakukan dengan analisis komponensial. Selanjutnya untuk sampai menghasilkan
judul dilakukan dengan analisis tema.
E. Pengujian Kredibilitas Data
Uji keabsahan data meliputi uji
kredibilitas data (validitas internal) atau kepercayaan terhadap data hasil
penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dengan membaca berbagai referensi buku maupun hasil
penelitian atau dokumentasi-dokumentasi terkait temuan yang diteliti,
trianggulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan member check yaitu pengecekan kembali
data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data.
Daftar
Pustaka
Hasan Sidik,
Abu Nasma, 2008. Lets Talk abaout Love,
Solo: Tiga Serangkai
Nining
Andriati. 2009. Gambaran Perilaku Remaja
yang Diawasi Ibu Kost dan yang Tidak
Diawasi Ibu Kost tentang Hubungan Seksual Pranikah di Padang Bulan Medan.
Shella Vidya
Puspa. 2010. Hubungan antara Intensitas
Cinta dan Sikap terhadap Pornografi dengan Perilaku Seksual pada Dewasa Awal yang Berpacaran. Available
online at http://eprints.undip.ac.id/11115/1/intisari.pdf (Diakses
tanggal 28 Mei 2012)
Santrock,
John W. 2002. Life-Span Development
Perkembangan Masa Hidup Edisi 5 Jilid II, Jakarta: Erlangga
Sarwono, Sarlito
Wirawan. 1995. Psikologi Lingkungan. Jakarta : Grasindo.
Prof. Dr.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Wanti
Mutiara, et all. 2009.Perilaku
Seksualdengan Orientasi Heteroseksual Mahasiswa Kos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar