BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tanah merupakan karunia Tuhan yang Maha Esa
yang jumlahnya terbatas dan disediakan untuk manusia serta mahluk ciptaan Tuhan
lainnya sebagai tempat kehidupan dan sumber kehidupan. Selain itu tanah sebagai ruang merupakan
wahana yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bagi
bangsa Indonesia pembangunan tidak dapat dilepaskan dari tanah. Tanah merupakan
bagian penting dari usaha untuk meningkatkan kesejahteraan social dalam rangka
mewujudkan tujuan nasional yang memiliki nilai setrategis karena arti kusus
dari tanah sebagai factor produksi utama perekonomian bangsa dan Negara.
Tanah mempunyai fungsi social dan pemanfaatannya harus dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat ditegaskan dalam GBHN pada pola umum pelita VI. Untuk itu
perlu terus dikembangkan rencana tata ruang dan tata guna tanah secara nasional
sehingga pemanfaatan tanah dapat terkoordinasi antara berbagai jenis penggunaan
tanah dengan tetap memelihara kelestarian alam dan lingkungan serta mencegah
penggunaan tanah yang merugikan
kepentingan masyarakat dan kepentingan pembangunan.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian Tata Guna Tanah
2.
Kebijaksanaan Penata Gunaan Tanah
3.
Penyelengaraan Penata Gunaan Tanah
4.
Landasan Hukum Tata Guna Tanah
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TATA GUNA TANAH
Tata Guna
Tanah "Tanah" dipakai dalam berbagai arti, maka dalam pengunaannya
perlu mengetahui batasan dari pada tanah, agar diketahui dalam arti apa istilah
tersebut digunakan. "Tanah", dalam arti yuridis, menurut
undang-undang pokok agraria (UUPA) pasal 4 disebutkan, bahwa atas dasar hak
menguasai dari negara ditentukan adanaya bermacam-macam hak atas permukaan
bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang . Dengan demikian jelaslah, bahwa "tanah" dalam pengertian yuridis
adalah permukaan bumi (ayat 1). Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas
sebagian tertentu permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan ukuran
panjang dan lebar. Tanah yang diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA, adalah
untuk digunakan atau dimanfaatkan. Diberikannya dan dipunyainya tanah dengan
hak-hak tersebut tidak akan bermakna, jika penggunaannya terbatas hanya pada
tanah sebagai permukaan bumi saja. Untuk keperluan apa pun tidak bisa tidak,
pasti diperlukan juga penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan
air serta ruang yang ada di atasnya. Oleh karena itu dalam (ayat2) dinyatakan,
bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan
sebagian tertentu permukaan bumi yang bersangkutan, yang disebut
"tanah", tapi juga tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta
ruang yang ada di atasnya. Dengan demikian, maka yang dipunyai dengan hak atas
tanah itu adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi.
Tapi wewenang menggunakan yang bersumber pada hak tersebut diperluas hingga
meliputi juga penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada di bawah tanah dan air
serta ruang yang ada diatasnya. Tubuh bumi dan air
serta ruang yang dimaksud itu bukan kepunyaan pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan. Ia hanya diperbolehkan menggunakannya. Penggunaan tanah ini ada
batasnya menurut pasal 4 ayat (2) sekedar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut
undang-undang (UUPA) dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. Sedangkan berapa tubuh bumi itu boleh digunakan dan setinggi berapa ruang
yang ada di atasnya boleh digunakan, ditentukan oleh tujuan penggunaannya,
dalam batas-batas kewajaran, perhitungan teknis kemampuan tubuh buminya
sendiri, kemampuan pemegang haknya serta ketentuan peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan. Misalnya pembangunan
pabrik kertas PTHU, Porsea SUMUT. Menggunakan sebagian dari permukaan bumi
berupa tanah untuk pembangunan pabrik. Namun dalam penggunaan tanah ini harus
memperhatikan pasal 6 UULH. Untuk itu seharusnya penggunaan pabrik kertas PTHU
tersebut harus memperhatikan ketentuan UU no. 24 tahun 1992 tentang penataan
ruang, agar tidak terjadi kerusakan/pencemaran lingkungan seperti yang dialami
oleh PTHU tersebut, karena segalanya sudah ada rencana yang matang dengan
segala akibatnya yang bisa diatasi bila timbul masalah. Misalnya pembuatan
penampungan limbah industri harus sedemikian rupa agar tidak sampai jebol, bila
sampai jebol akibatnya akan membahayakan lingkungan sekitar, karena tersemar.
Semuanya harus sudah direncanakan dan diperhitungkan dengan benar. Termasuk
penebangan hutan pinus, seharusnya tahu, akibat dari penebangan tersebut,
umumnya semua sudah terlanjur sebagai akibat kurang memperhatikan
peraturan-peraturan yang ada.
·
Penatagunaan Tanah
Penatagunaan
tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan
yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan system untuk
kepentingan masyarakat secara adil. Penatagunaan tanah ini meliputi kebijakan
penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah. Kebijakan
penatagunaan tanah di kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagai pedoman umum
penggunaan tanah di daerah. Penatagunaan tanah merupakan kebijakan dan kegiatan
dibidang pertanahan yang bertujuan mengatur dan mewujudkan penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT-RW) dan mewujudkan tertib pertanahan
dengan tetap menjamin kepastian hukum atas tanah bagi masyarakat.
·
Asas dan Tujuan Penatagunaan Tanah
1.
Asas penatagunaan tanah
Asas penatagunaan tanah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 meliputi :
ü Keterpaduan
adalah bahwa penatagunaan tanah dilakukan untuk mengharmonisasikan penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan.
ü Berdayaguna
dan berhasilguna adalah bahwa penatagunaan tanah harus dapat mewujudkan
peningkatan nilai tanah yang sesuai dengan fungsi ruang.
ü Serasi,
selaras dan seimbang adalah bahwa penggunaan tanah menjamin terwujudnya
keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing
pemegang hak atas tanah atau kuasanya sehingga meminimalkan benturan
kepentingan antar penggunaan atau pemanfaatan tanah.
ü Berkelanjutan,
adalah bahwa penggunaan tanah menjamin kelestarian fungsi tanah demi memperhatikan
kepentingan antar generasi.
ü Keterbukaan,
adalah bahwa penatagunaan tanah dapat diketahui oleh seluruh lapisan
masyarakat.
ü Persamaan,
keadilan dan perlindungan hukum adalah bahwa dalam penyelenggaraan penatagunaan
tanah tidak mengakibatkan diskriminasi antar pemilik tanah sehingga ada
perlindungan hukum dalam menggunakan dan memanfaatan tanah.
2.
Tujuan penatagunaan tanah
Tujuan penatagunaan tanah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 adalah
:
ü Dalam rangka
pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola
pengelolaan tata guna tanah.
ü Penatagunaan
tanah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan kegiatan dibidang
pertanahan dikawasan lindung dan kawasan budidaya. Penatagunaan tanah
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diselenggarakan berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
B. KEBIJAKSANAAN PENATAGUNAAN TANAH
Sebagai akibat dari pelaksanaan kebijakan
penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PP No. 16 Tahun 2004
penyelesaian administrasi antara lain pemberian hak, perpanjangan hak,
pembaruan hak, peralihan hak, peningkatan hak, penggabungan hak, pemisahan hak,
pemecahan hak, pembebanan hak, izin lokasi atau surat izin penunjukkan dan
penggunaan tanah dan penetapan lokasi, dalam rangka pelayanan pertanahan
dilaksanakan sebagaimana ketentuan yang berlaku dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
a.
Penggunaan dan pemanfaatan tanahnya sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah. Pengertian sesuai adalah bahwa wujud penggunaan dan
pemanfaatan tanah tidak bertentangan dengan fungsi kawasan dalam RTRW yang
bersangkutan.
b.
Memenuhi syarat-syarat menggunakan dan pemanfaatan
tanah, serta memelihara tanah dan lingkungan sebagaimana tercantum pada Pasal
13 Peraturan Pemerintah Penatagunaan Tanah berikut penjelasannya.
c.
Tidak mengubah penggunaan dan pemanfaatan tanah
sehingga menjadi tidak sesuai dengan fungsi kawasan yang telah ditetapkan dalam
tata ruang.
d.
Hak Atas Tanah tidak dapat diberikan terhadap
bidang-bidang tanah apabila:
·
Tanahnya terletak dikawasan Lindung yang termasuk
Kawasan Hutan.
·
Tanahnya terletak pada lokasi situs.
e. Penyelesaian administrasi
pertanahan diatas dan atau dibawah tanah yang tidak terkait dengan penggunaan
dan pemanfaatan tanah diatas dan atau dibawahnya harus mendapat persetujuan
pemegang hak atas tanah.
f. Syarat-syarat menggunakan dan memanfaatkan
tanah sebagaimana tersebut pada butir 1 s.d. 5 merupakan satu kesatuan proses
penyelesaian administrasi pertanahan (Pasal 10 Peraturan Pemerintah tentang
Penatagunaan tanah).
Pedoman dan kriteria pelaksanaan
penatagunaan tanah meliputi penyusunan indikator pelaksanaan penatagunaan tanah
yang melalui penataan kembali, kemitraan dan pelepasan hak. Untuk melengkapi
atau mendukung pemilihan indikator yang dimaksud setiap pelaksana harus
melengkapi data pendukung seperti demografi kependudukan (jumlah penduduk,
jumlah KK, mata pencaharian dll), sifat fisik medan (kemampuan tanahnya),
struktur penguasaan tanahnya, analisa investasi pembangunan, ketersediaan
infrastruktur publik dan lain-lain.
C. PENYELENGGARAAN PENATAGUNAAN TANAH
Penyelenggaraan
Penatagunaan Tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Peraturan Pemerintah No.
16 Tahun 2004 meliputi kegiatan :
1)
Pelaksanaan inventarisasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah.
2)
Penetapan perimbangan antara ketersediaan dan
kebutuhan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan.
3)
Penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah .
Kegiatan tersebut diatas disajikan
dalam peta dengan skala lebih besar daripada skala Rencana Tata Ruang Wilayah
yang bersangkutan.
Ad.1. Pelaksanaan inventarisasi
penguasaan, penggunaan, dan pemeliharaan tanah meliputi :
·
Pengumpulan dan pengolahan data penguasaan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah, kemampuan tanah, evaluasi tanah serta data pendukung.
·
Penyajian data berupa peta dan informasi penguasaan
penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan tanah, evaluasi tanah serta data
pendukung.
·
Penyediaan dan pelayanan data berupa peta dan
informasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan tanah,
evaluasi tanah, serta data pendukung.
Ad.2. Kegiatan penetapan perimbangan
antara kesediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah menurut
fungsi kawasan, meliputi :
Ø Penyajian
neraca perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada Rencana Tata Ruang
Wilayah.
Ø Penyajian
neraca kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah pada Rencana Tata Ruang
Wilayah.
Ø Penyajian
dan penetapan prioritas kesediaan tanah pada Rencana Tata Ruang Wilayah.
Ad.3. Pelaksanaan pola penyesuaian
penguasaan dan pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dilakukan,
meliputi :
ü Penataan
kembali
ü Upaya
kemitraan
ü Penyerahan dan pelepasan hak atas
tanah kepada Negara atau pihak lain dengan penggantian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka pelaksanaan
penyesuaian, penguasaan dan pemanfaatan tanah dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan :
1) Kebijakan penatagunaan
tanah
2) Hak-hak
masyarakat pemilik tanah
3) Inventarisasi
pembangunan prasarana dan sarana
4) Evaluasi
tanah
D. LANDASAN
HUKUM TATA GUNA TANAH
1.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dimana dalam pasal
tersebut terkandung prinsip-prinsip sebagai berikut:Bahwa bumi, air dan
kekayaan alam dikuasai oleh negara.Bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan
dari bangsa Indonesia harus menggunakan BARA + K tersebut untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.Bahwa hubungan antara negara dengan BARA + K merupakan
hubungan menguasai.
2.
Sebagai pelaksana dari pasal 33 ayat (3) UUD 45 adalah
Pasal 14 dan 15 UUPAPasal 14 menentukan agar pemerintah membuat suatu rencana
umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan BARA + K untuk
kepentingan-kepentingan yang bersifat politis, ekonomis, sosial dan
keagamaan.Dalam penjelasan umum poin 8 dinyatakan bahwa:Akhirnya untuk mencapai
apa yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara di atas dalam bidang agraria perlu
adanya suatu rencana (planning) mengenai peruntukkan, penggunaan dan persediaan
bumi, air dan ruang angkasa untuk keperluan berbagai kepentingan hidup rakyat
dan Negara: Rencana Umum (National Planning) yang meliputi seluruh wilayah
Indonesia, yang kemudian diperinci menjadi rencana-rencana khusus (regional planning)
dari tiap-tiap daerah. Dengan adanya planning itu maka penggunaan tanah dapat
dilakukan secara terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat yang
sebesar-besarnya bagi Negara dan rakyat.Dalam penjelasan pasal 14 dinyatakan
bahwa:Pasal ini mengatur soal perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan
bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang telah dikemukakan dalam penjelasan
umum (II angka 8). Mengingat akan corak perekonomian Negara dikemudian hari
dimana industri dan pertambangan akan mempunyai peranan yang penting, maka
disamping perencanaan untuk pertanian perlu diperhatikan, pula keperluan untuk
industri dan pertambangan (ayat 1 huruf d dan e). Perencanaan itu tidak saja
bermaksud menyediakan tanah untuk pertanian, peternakan, perikanan, industri
dan pertambangan, tetapi juga ditujukan untuk memajukannya. Pengesahan
peraturan Pemerintah Daerah harus dilakukan dalam rangka rencana umum yang
dibuat oleh Pemerintah Pusat dan sesuai dengan kebijaksanaan Pusat.
Pasal 15 menentukan suatu kewajiban
kepada semua pihak yang menggunakan tanah baik Pemerintah, masyarakat maupun
perseorangan untuk memelihara tanahnya.Undang-undang yang diharapkan memberikan
petunjuk lebih lanjut tentang pembuatan rencana umum penggunaan tanah
sebagaimana dikehendaki pasal 14 UUPA ialah peraturan pemerintah
3.
No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.4.UU No.
4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.5.UU No. 38 Prp Tahun 1960 jo
UU No. 20 Tahun 1964 tentang Penggunaan dan Penetapan luas tanah untuk
tanaman-tanaman tertentu.Mengenai penertiban/pemanfaatan:6.UU No. 51 Prp Tahun
1960 tentang Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang berhak atau kuasanya.7.Instruksi
Mendagri No. 2 Tahun 1982 tertanggal 30 Januari 19828.Keputusan Mendagri No.
268 Tahun 1982 tertanggal 17 Januari 1982Mengenai Fatwa tata guna tanah diatur
dalam Peraturan Mendagri No. 3 Tahun 1972 jo No. 6 Tahun 1986.9.PP No. 16 Tahun
2004 tentang Penatagunaan Tanah.
Menurut Mieke Komar Kantaatmadja,
selain aspek-aspek tujuan penataan ruang, penatagunaan tanahpun harus mengacu
pada kebijaksanaan dasar mengenai pertanahan yang terkandung dalam UUPA dan
undang-undang lain yang berkaitan dengan penggunaan tanah. Dasar-dasar
penatagunaan tanah itu adalah:
a.
Kewenangan untuk mengatur persediaan, peruntukkan dan
penggunaan tanah serta pemeliharaan tanah ada pada Negara;
b.
Hak atas tanah memberikan wewenang kepeda pemegang hak
untuk menggunakan tanah yang bersangkutan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu;
c.
Kewenangan pemegang hak atas tanah untuk mempergunakan
tanah tersebut dibatasi oleh ketentuan bahwa hak atas tanah berfungsi sosial;
d.
Perlunya perlindungan terhadap pihak ekonomi lemah
dalam proses penatagunaan tanah;
e.
Penatagunaan tanah tidak dapat dipisahkan dari
pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah;
f.
Penggunaan tanah disamping sebagai subsistem
penatagunaan ruang juga merupakan subsistem dari system pembangunan;
g.
Karena sifatnya multidimensi (dimensi fisik, ekonomi,
soaial, politik, hankam) dan multisektor maka penatagunaan tanah dalam prakteknya
harus diselenggarakan secara koordinatif;
h.
penatagunaan tanah harus mampu menyediakan tanah bagi
semua kegiatan pembangunan yang sifatnya dinamis, karena penatagunaan tanah
bersifat dinamis dan sibernetik;
i.
Penyelenggaraan penatagunaan tanah merupakan tugas
pemerintah pusat yang pelaksanaannya di daerah berdasarkan dekonsentrasi atau
medebewind.
Salah satu
sasaran yang akan dicapai dari pelaksanaan tata guna tanah adalah terjadinya
penatagunaan tanah yang terdapat di perkotaan dan pedesaan sehingga akan muncul
suatu konsep penataan tanah yang baik serta serasi dari aspek lingkungan.
Konsep yang dimaksud untuk menata penggunaan tanah di perkotaan dan pedesaan
ialah Konsolidasi Tanah
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tata Guna Tanah "Tanah" dipakai dalam berbagai arti, maka dalam pengunaannya
perlu mengetahui batasan dari pada tanah, agar diketahui dalam arti apa istilah
tersebut digunakan. "Tanah", dalam arti yuridis, menurut
undang-undang pokok agraria (UUPA) pasal 4 disebutkan, bahwa atas dasar hak
menguasai dari negara ditentukan adanaya bermacam-macam hak atas permukaan
bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang . Dengan demikian jelaslah, bahwa "tanah" dalam pengertian yuridis
adalah permukaan bumi (ayat 1). Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas
sebagian tertentu permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan ukuran
panjang dan lebar. Tanah yang diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA, adalah
untuk digunakan atau dimanfaatkan
Tujuan
penatagunaan tanah
Tujuan penatagunaan tanah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 adalah
:
ü Dalam rangka
pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola
pengelolaan tata guna tanah.
ü Penatagunaan
tanah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan kegiatan dibidang
pertanahan dikawasan lindung dan kawasan budidaya. Penatagunaan tanah
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diselenggarakan berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
B.
Saran
Penulis banyak berharap para pembaca
sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah
ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Budi Harsono, Hukum Agraria
Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, isi dan
pelaksanaannya. Jilid 1 Hukum Tanah Nasional.
Elita Rahmi. Land Reform Hingga
Reforma Agraria. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Jambi vol.96 Edisi
Januari 2009
Suardi. 2005. Hukum Agraria. Badan
Penerbit Iblam : Jakarta.
Ismaya
Samun, 2011. Pengantar Hukum Agraria, Yogyakarta: Graha Ilmu, Eric R. Claeys,
Boedi Harsono,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar