selamat datang di blogg Riyowansyah 24-03-2015 mengejar impian: Maret 2015

Jumat, 20 Maret 2015

MAKALAH HUKUM KELUARGA KETURUNAN,KEKUASAAN ORTU,DAN PERWALIAN



BAB 1
PENDAHULUAN


A.    LATAE BELAKANG
    Hukum Keluarga adalah bagian dari hukum perorangan, adapun hukum keluarga diartikan sebagai keseluruhan ketentuan yang mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan [perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, pengampuan, keadaan tak hadir]. Oleh karena itu pemakalah ingin sedikit menguraikan masalah tentang Hukum Keluarga yang dia ketahui.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian hukum keluarga
2.      Keturunan
3.      Kekuasaan orang tua
4.   





BAB II
PEMBAHASAN

A.      KETURUNAN
   Keturunan adalah ketunggalan leluhur artinya ada hubungan darah antara seseorang dengan orang lain. Keturunan merupakan unsure penting bagi suatu clan, suku atau kerabat yang menghendaki dirinya tidak punah serta mempunyai generasi penerus. Individu sebagai keturunan mempunyai hak dan kewajiban-kewajiban tertentu yang berhubungan dengan kedudukannya dalam keluarga, misalnya boleh ikut menggunakan nama keluarga, saling bantu membantu dan saling mewakili dalam suatu perbuatan hukum dengan pihak ketiga dan sebagainya. Dalam keturunan setiap kelahiran merupakan tingkatan atau derajat, misalnya sorang anak merupakan keturuan tingak I dari bapaknya, cucu merupakan keturunan tingkat II dari kakeknya. Tingkatan atau derajat demikian biasanya dipergunakan untuk kerabat-kerabat raja, untuk menggambarkan dekat atau jauhnya hubungan keluarga dengan raja yang bersangkutan.
Keturunan dapat dibedakan beberapa macam, yatiu :
1.      Lurus : yaitu apabila seseorang merupakan keturunan langsung dari atas kebawah atau sebaliknya, misalnya antara bapak dan anak sampai cucu, sebaliknya dari anak, bapak dan kakek disebut lurus ke atas.
2.      Menyimpang atau bercabang
3.      Yaitu apabila kedua orang atau lebih ada ketunggalan leluhur, misal bersaudara bapak atau ibu atau sekakek.
4.      Keturunan garis bapak (patrilineal), yaitu hubungan darahnya dilihat dari  segi laki-laki/ bapak.
5.      Keturunan garis ibu : yaitu hubungan darahnya dilihat dari garis perempuan atau matrilineal .
6.      Keturunan garis ibu dan garis bapak (parental) yaitu apabila dilihat dari keturunan kedua belah pihak yaitu ibu dan bapak.
Lazimnya untuk kepentingan keturunannya dibuat “silsilah” yaitu bagan dimana digambarkan dengan jelas garis-garis keturunan dari seseorang dari suami/ isteri baik yang lurus ke atas maupun yang lurus ke bawah, ataupun yang menyimpang.


1.      Hubungan Anak Dan Orang Tua
Anak kandung memiliki kedudukan yang penting dalam somah/ dalam keluarga yaitu:
1.      sebagai penerus generasi
2.      sebagai pusat harapan orang tuanya dikemudian hari
3.      sebagai pelindung orang tua kemudian hari dan lain sebagainya, apabila orang tuanya sudah tidak mampu baik secara fisik ataupun orang tuanya tidak mampu bekerja lagi.
Oleh karena itu maka sejak anak itu masih dalam kandungan hingga ia  dilahirkan, kemudian dalam pertumbuhan selanjutnya, dalam masyarakat dapat diadakan banyak upacara-upacara adat yang sifatnya relegio-magis serta penyelenggraannya berurut-urutan mengikuti perkembangan fisik anak Yang kesemuanya itu bertujuan melindungi anak beserta ibunya dari segala macam bahaya dan gangguan-gangguan serta kelak anak dilahirkan, agar anak tersebut menjadi seorang anak dapat memenuhi harapan orang tuanya. WUjud upacara setiap daerah berbeda satu dengan daerah yang lainnya. Misalnya upacara-upacara daerah Priangan, masyarakat adat Priangan mengadakan upacara secara kronologis sebagai berikut :
a)      disebut “Tingkep”.
b)      Pada saat lahir : penanaman “bali” atau kalu tidak ditanam diadakan upacara penganyutan ke laut.
c)      Pada saat “tali ari” diputus, diadakan sesajen dan juga pada saat pemberian nama.
d)     Setelah anak berumur 40 hari, upacara cukur yang diteruskan pada saat anak menginjakkan kainya untuk pertama kalinya di bumi/ disentuhkan pada tanah.
Disamping upacara-upacara tersebut di atas, juga sangat diperhatikan hari-hari kelahiran anak masih dalam kandungan : bulan ke 3, 5, bulan ke 7 dan ke 9, pada bulan ke 7 anak, misalnya anak lahir pada hari kamis, maka tiap hari kamis diadakan sesajen.
2.      Anak yang lahir tidak normal :
a)      Anak lahir di luar perkawianan :
Bagaimana pandangan masyarakat adat terhadap peristiwa ini dan bagaimana hubungan antara si anak dengan wanita yang melahirkan dan bagaimana dengan pria yang bersangkutan?
                    ·            pandangan beberapa daerah tidak sama, ada yang menganggap biasa, yang mencela dengan keras, di buang di luar persekutuan, bahkan dibunuh dipersembahkan sebagai budak dan lain-lain.
                    ·            Dilakukan pemaksaan kawin dengan pria yang bersangkutan
                    ·            Mengawinkan dengan laki-laki lain, dengan laki-laki lain dimaksudkan agar anak tetap sah.
b)      Anak lahir karena hubungan zinah :
Apabila seorang isteri melahirkan anak karena hubungan gelap dengan seorang pria lain bukan suaminya, maka menurut hukum adat, laki-laki itu menjadi bapak dari anak tersebut.
c)      Anak lahir setelah perceraian
Anak yang dilahirkan setelah perceraian, menurut hukum adat mempunyai bapak bekas suami si ibu yang melahirkan tersebut, apabila terjadi masih dalam batas-batas waktu mengandung.

3.      Hubungan anak dengan Keluarga
     Hubungan anak dengan keluarga sangat dipengaruhi oleh keadaan social dalam masyarakat yang bersangkutan yaitu persekutuan yang susunan berlandaskan tiga macam garis keturunan, keturunan ibu, keturunan bapak, dan keturunan ibu bapak.

4.      Memelihara anak Yatim Piatu
      pabila dalam suatu keluarga, slah satu dari orang tuanya bapak atau ibunya sudah tidak ada lagi, maka anak-anak yang belum dewasa dipelihara oleh salah satu orang tuanya yang masih hidup. Jika kedua orang tuanya tidak ada, maka yang memelihara anak-anak yang ditinggalkan adalah salah satu dari kelurga yang terdekat dan yang paling memungkinkan untuk keperluan itu. Dalam keadaan demikian biasanya tergantung pada anak diasuh dimana pada waktu ibu dan bapaknya masih ada, kalu biasanya diasuh dikeluarga ibu, maka anak akan diasuh oleh keluarga ibu dan sebaliknya, demikianlah pengasuhan anak dalam system kekeluargaan parental. Dalam keluarga matrilineal, jika bapaknya meninggal dunia, maka ibunya meneruskan kekuasannya terhadap anak-anak yang belum dewasa. Jika ibunya yang meninggal dunia, maka anak-anak yang belum dewasa berada pada kerabat ibunya serta dipelihara terus oleh kerabat ibunya yang bersangkutan, sedangkan hubungan antara anak dengan bapaknya dapat terus dipelihara. Dalam keluarga yang patrilineal jika bapaknya meninggal dunia, maka ibunya terus memelihara anak-anak yang belum dewasa, jika ibunya meninggalkan rumah dan pulang kerumah lingkungan keluarganya atau kawin lagi, maka anak-anak tetap pada kekuasaan keluarga almarhum suaminya. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas, makin hari atau lambat laun mengalami perubahan dan penyimpangan-penyimpangan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan cara berfikir masyarakat yang modern

B.       KEKUASAAN ORANG TUA
    Seorang anak sah sampai ia mencapai usia dewasa dewasa atau kawin, berada di bawah kekuasaan orang tuanya selama kedua orang tua itu terikat dalam hubungan perkawinan.Dengan demikian kekuasaan orang tua itu mulai berlaku sejak lahirnya anak atau [dalam halnya anak luar kawin yang disahkan]. Oleh karena itu kekuasaan orang tua adalah kekuasaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu selama mereka itu terikat dalam perkawinan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa. Demikian isi dari pasal 299. Menurut pasal 300 kekuasaan orang tua itu biasanya dilakukan oleh si ayah. Jika bapak berada di laur kemungkinan melakukan kekuasaan itu yang melakukan kekuasaan adalah si ibu. Selanjutnya pasal 240 memuat ketentuan bahwa setelah adanya keputusan perpisahan meja dan ranjang. Hakim harus memutuskan siapa diantara orang tua harus melekukan kekuasaan orang tua terhadap anak. di dalam hal ini bisa juga kekuasaan orang tua dilakukan si ibu. Mengenai pengertian Jadi belum dewasa perlu duperhatikan pasal-ppasal seperti berikut : Pasal 330 : Orang yang belum dewasa adalah orang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. jka ia pernah kawin, dan ia masih belum mencapai umur 21 tahun ia tidak kembali dalam kedudukannya sebagai orang belum dewasa.
Jadi inti dari uraian di atas adalah :
1.     Belum mencapai umur 21 tahun
2.     Belum kawin.
Kembali berbica tentang kekuasaan orang tua, dari kekuasaan itu diatur dalam pasal 298-310. Isi dari kekuasaan orang tua itu dibagi menjadi 2 bagian.
1.      Kekusaan terhadap pribadi seorang anak,
2.      Kekuasaan terhadap kekayaan anak
Tentang kekuasaan tentang peribadi seorang anak terdapat ketentuan sebagai berikut: Pasal 298 dan 301: Tiap anak berapa pun umurnya, wajib menghormat dan menyegani orang tuanya. Orang tua wajib memelihara dan mendidik srmua anak yang belum dewasa. Dan kekuasaan terhadap harta kekayaan anak terdapat ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Ini dimuat dalam pasal 307-318, yang perlu diperhatikan ialah pada pasal 307: Orang yang memegang kekuasaan orang tua harus mengurus harta kekayaan si anak.[7]

C.      PERWALIAN
 Anak yang  belum mencapai umur 18 [delapan belas] tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua,  berada di bawah kekuasaan wali. Pewalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya [pasal 30 UU perkawinan]. Yang dimaksud perwalian adalah pengawasan terhadap pribadi dan pengurusan harta kekayaan seorang anak yang belum dewasa jika anak itu tidak berada di tanah kekuasaan orang tua.Jadi dengan demikian anak yang orang tuanya telah bercerai ataun jika salah satu dari mereka atau semua meninggal dunia, berada dibawah perwalian. Terhadap anak di luar kawin, maka kaerena tidak ada kekuasaan orang tua anak itu selalu di bawah perwalian.
Anak yang berada di bawah perwalian disebut pupil, dan disini ada 3 jenis perwalian :
1.      Perwalian menurut undang-undang, yaitu yang disebut dalam pasal 345.
Jika salah satu orang tua meninggal maka perwalian demi hukum dilakukan oleh orang tua yang masih hidup terhadap anak kawin yang belum dewasa.Pasal 351. Jika yang jadi wali itu si ibu dan ibu ini kawin lagi maka suaminya menjadi kawan wali.
2.      Perwalian dengan wasiat.
Menurut pasal 355 ditentukan bahwa tiap orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua, atau perwalian, berhak mengangkat seorang wali bagi anaknya, jika perwalian itu berakhir pada waktu ia meninggal dunia atau berakhir dengan penetapan  hakim. Perwalian seperti ini dapat dilakukan dengan surat wasiat atau dengan akta notaris.
3.      Perwalian datif, yaitu apabila tiada ada wali menurut undang-undang atau wali dengan wasiat, oleh hakim ditetapkan seorang wali [pasal 359]. Jika seandainya telah diputuskan suatu perceraian,  maka dengan demikian tiada ada lagi kekuasaan orang tua, dan salah seorang dari orang tua harus di tetapkan sebagai wali. ika kedua orang tua semuanya dipecat dari kekuasaan orang tua, maka Hakim juga harus menetapkan seorang wali. Menurut ketentuan dalam pasal 365 maka jika Hakim harus menetapkan seorang wali, maka ia dapat juga menetapkan sebagai wali, suatu perkumpulan yang berbadan hukum, suatu yayasan  atau lembaga yang bertujuan memelihara anak-anak belum dewasa.

Menurut pasal 306 harus ada wali pengawas dan ini dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan. Selain dari Balai Harta Peninggalan masih ada juga suatu badan, yang disebut Dewan Perwakilan, yang anggotanya sebagian besar terdiri dari anggota Balai Harta Peninggalan, yang tudasnya mengurusi anak yang di percayakan kepadanya. Ketentuan-ketentuan itu sudah diatur dalam stbld no. 166. Tentang siapa yang dapat ditetapkan sebagai wali ada ketentuan –ketentuan sebagai berikut
·         Pasal 332 : Tiap orang wajib menerima penetapan sebagai wali, kecuali beberapa orang yang boleh mengajukan keberatan yaitu :
·         Pasal 332 a : seorang yang diangkat sebagai wali oleh salah satu dari kedua orang tua; seorang perempuan yang bersuami. Keberatan ini harus dinyatakan di kepaniteraan pegadilan negeri.
·         Pasal 347 : orang-orang yang berada di luar negeri dengan tugas pemerintah, anggota-anggota ketentaraan dan angkatan laut; Orang-arang yang bertugas Pemerintah di luar Karesidenan mereka.
Pasal 379 : Ini mengenai orang yang sama sekali tidak boleh menjadi wali, diantaranya
ü  Pejabat-pejabat pengadilan,
ü  Orang yang sakit ingatan,
ü  Orang yang belum dewasa,
ü  Orang yang di bawah pengampuan,
ü  Orang yang di pecat yang kekuasaan orang tua atau perwalian,
ü  Para anggota pimpinan Balai Harta Peninggalan.
Isi dari suatu perwalian ialah : sebagaimana juga di dalam hal kekuasaan orang tua, ada 2 rupa: Tugas yang mengenai pribadi anak yang di bawah perwalian, dan pengurusan harta kekayaan si anak. Tentang tugas mengenai pribadi seorang anak menurut pasal 383, maka itu terdiri dari perawatan dan pendidikan anak itu dan juga perwalian di muka Pengadilan. Pengurusan harta kekayaan si anak, terdapat ketentuan-ketentuan seperti berikut :
·         Pasal 335 : Tiap wali sebagai jaminan atas pengurusan, harta kekayaan si anak, di dalam waktu 1 bulan setelah perwaliannya mulai barjalan, harus mengadakan tanggungan yang berupa ikatan tanggungan (borg), hipotik atau gadai.
·         Pasal 386 : Wali harus mengadakan daftar perincian dari barang kekayaan si anak, di dalam waktu 10 hari setelah mulai perwaliannya berjalan yang harus dihadiri oleh wali pengawas (Balai Harta Peninggalan). Hal-hal tersebut di atas adalah merupakan jaminan, bahwa harta kekayaan si anak dapat pengurusan yang baik.
Selanjutnya hal-hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan adalah seperti berikut :
·         Pasal 389 : Wali harus menjual semua perabotan rumah tangga, dan barang bergerak lainnya yang tidak memberikan hasil, yang jatuh kepada si anak.
·         Pasal 390 : keharusan menjual tadi tidak berlaku jika perwalian itu dilakukan si ayah atau si ibu yang berhak atas hak petik hasil harta kekayaan si anak, untuk kemudian memberikan barang itu kepada si anak.
·         Pasal 396 : wali untuk kepentingan si anak tidak boleh meminjam uang, menjual atau menggadaikan barang tak bergerak dari si anak, dan tidak boleh juga ia menjual surat berharga dan piutang, kalau tidak dengan izin Pengadilan.
·         Pasal 395 : Di dalam hal penjualan barang tak bergerak itu di izinkan oleh pengadilan maka penjual itu harus dilakukan di muka umum.
·         Pasal 400 : Wali tidak boleh menyewa atau mengambil dalam hak usaha (pacht) barang-barang si anak untuk kepentingan diri sendiri tanpa izin Pengadilan.
·         Pasal 401 : Wali tidak boleh menerima wrisan yang jatuh pada si anak, kecuali dengan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan
Dalam berakhirnya perwalian dapat ditinjau dari dua segi, yaitu:.
1)      Dalam hubungan terhadap dengan keadaan anak
Dalam hubungan ini, perwalian akan berakhir karena:
Ø  Si anak yang di bawah perwalian telah dewasa
Ø   si anak meninggal dunia
Ø  timbulnya kembali kekuasaan orang tuanya dan
Ø  pengesahan seorang anak luar kawin.
2)      Dalam hubungan dengan tugas wali
Berkaitan dengan tugas wali, maka perwalian akan berakhir karena:
Ø  Wali meninggal dunia
Ø  Dibebaskan atau dipecat dari perwalian (ontzettng of ontheffing) dan
Ø  Ada alasan pembebasan dan pemecatan dari perwalian (Pasal 380 B.W)
Sedangkan syarat utama untuk dipecat (otzet) sebagai wali, ialah karena disandarkan pada kepentingan minderjarige itu sendiri. Pada setiap perwaliannya, seorang wali wajib mengadakan perhitungan tanggumg jawab penutup. Perhitungan ini dilakukan dalam hal:
a)             Perwalian yang sama sekali dihentikan yaitu kepada minderjarige atau kepada ahli warisnya
b)             Perwalian yang dihentikan karena diri (persoon) wali, yaitu kepada yang menggantinya dan
c)             Minderjarige  yang sudah berada di bawah perwalian, kembali lagi berada di bawah kekuasaan orang tua, yaitu kepada bapak atau ibu minderjarige itu (Pasal 409 B.W).



  

BAB III
KESIMPULAN


A.    KESIMPULAN
   Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahawa hukum keluarga itu diartikan sebagai keseluruhan ketentuan yang mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah, dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, keturunan, kekuasaan orang tua, perwalian).

B.     PENUTUP
 Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan, saya sadar makalah ini masih kurang dari kesempurnaan, jika ada kesalahan dan kekurangan, itu dikarenakan keterbatasan pengetahuan saya. Maka dari itu, kritik dan saran sangat saya butuhkan demi kesempurnaan isi makalah ini, semoga bermanfaat bagi kita semua Amin.





DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Ali, 1997. Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Jakarta: PT Rineka Cipta,
Salim H.S., Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Jakarta: Sinar Grafika,
Subekti R.1990.Hukum Keluarga dan Hukum Waris, Jakarta: PT Intermasa, Tutik, Titik Triwulan, 2008. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana,



[7] Ibid. Hlm.155