KATA PENGANTAR
Alhamdulillah wasyukurillah kita panjatkan kehadirat Allah yang Maha
Kuasa, yang telah memberikan kita karunia serta nikmatnya hingga pada saat ini
kita masih bisa melaksanakan proses belajar mengajar dalam bangku perkuliahan
ini.
Shalawat beriringan salam, mari kita sampaikan ke Rasul Allah SAW yang
telah membawa tangan umatnya dari alam kegelapan hingga menuju alam yang terang
dengan iman ddan taqwa.
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang hukum perdata yang
inti dari pembahasan tersebut adalah hubungan industrial. Apabila nantinya dalam penyusunan makalah saya
ini ada kekurangan dan ketidaksempurnaan saya terlebih dahulu memohon maaf.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.................................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................
......................................................iii
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah.............................................................................................i
B. Rumusan
Masalah......................................................................................................ii
BAB II. PEMBAHASAN
A.Pengertian hubungan
industrial....................................................................................4
B. Pokok pokok pikiran dan pandangan industrial pancasila...........................................5
C.
Bagaimana
cara Pelaksaan hubungan industrial
pancasila.........................................6
D.
Bagaimana masalah khusus yang harus dupecahkan dalam
hubungan industrial.......7
BAB III. PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................................10
B.
Saran..........................................................................................................................11
DAFTRA PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Hubungan
industrial merupakan suatu system hubungan yang terbentuk antara para pelaku
dalam produksi barang dan jasa yang terdiri unsure pengusaha, pekerja/ buruh,
dan pemerintag yang didasari nilai-nilai pancasila dan UUD Negara RI. Dalam
pelaksanaan hubungan industrial, pemerintag, pekerja/buruh atau serikat pekerja
buruh serta penngusaha atau organisasi pengusaha mempunyai fungsi dan peran
masing-masing yang sudah digariskan dalam UUD. Dalam makalah ini akan dijelaskan
tentang pengertian hubungan industrial prinsip-prinsip industrial. Dengan
adanya hubungan industrial dalam suatu perusaaan, maka akan dapat meningkatkan
produktivitas dan kerjasama antar karyawan dan pengusaha sehingga perusahaan
dapat berjalan terus. Selain itu juga latar belakang penulismakalah ini adalah
sebagaimana tugas yang diberikan oleh dosen yang kemudian akan digabungkan
dengan berbagai materi.
2. RUMUSAN MASALAH
1. pengertian hubungan industrial?
2. Pokok pokok pikiran dan pandangan industrial pancasila?
3. Bagaimana cara
Pelaksaan hubungan industrial pancasila?
4. Bagaimana masalah khusus yang harus dupecahkan dalam hubungan industrial?
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN HUBUNGA INDUSTRIAL
Hubungan
Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi
barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang
merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan
Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan
kebudayaan nasional Indonesia.
2. TUJUAN
Tujuan hubungan industrial pancasila adalah :
v Mensukseskan
pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indonesia yaitu masyarakat
adil dan makmur.
v Ikut
berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
v Menciptakan
ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha.
v Meningkatkan
produksi dan produktivitas kerja.
v Meningkatkan
kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan martabatnya manusia.
3. LANDASAN
v Hubungan
Industrial Pancasila mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan landasan
konstitusional adalah UUD’45. secara operasional berlandaskan GBHN serta
ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh pemerintah.
v Hubungan
industrial pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional dan stabilitas nasional.
A. POKOK-POKOK PIKIRAN DAN PANDANGAN INDUSTRIAL PANCASILA
1. Pokok-pokok Pikiran
a. Keseluruhan
sila-sila dari pada pancasila secara utuh dan bulat yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain.
b. Pengusaha
dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, kenyakinan, politik, paham,
aliran, agama, suku maupun jenis kelamin.
c. Menghilangkan
perbedaan dan mengembangkan persamaan serta perselisihan yang timbul harus
diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat.
2. Asas-asas untuk mencapai tujuan
a. Asas-asas
pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN seperti asas manfaat, usaha
bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata, serta keseimbangan.
b. Asas kerja
yaitu pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses produksi.
3. Sikap mental dan sikap social
Sikap social
adalah kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam hubungan
industrial pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/ sikap
penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah.
B . Pelaksaan hubungan industrial pancasila
1. Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit
Ø Lembaga
kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi antar pihak pekerja
dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancar.
Ø Lembaga
kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi, konsultasi dan
dialog antar ketiga pihak tersebut.
2. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
Ø Melalui
kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses musyawarah dan mufakat
dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama.
Ø Dalam
kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial pancasila perlu mendapat
perhatian.
Ø Setiap
kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu
pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan industrial
pancasila.
3. Kelembagaan penyelesaian perselisihan industrial
Ø Lembaga yang
diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu ditingkatkan
peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas personilnya.
Ø Kelembagaan
penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase P4D/P4P yang
berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan perselisihan dengan cepat, adil,
terarah dan murah.
4. Peraturan perundangan
ketenagakerjaan
Ø Peraturan
perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat dan
memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya masing-masing.
Ø Setiap
peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah hubungan
industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan peraturan perundangan
yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan hubungan industrial pancasila.
5. Pendidikan hubungan industrial
Ø Agar
falsafah hubungan industrial pancasila dipahami oleh masyarakat, maka falsafah
itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui pendidikan.
Ø Penyuluhan
dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini perlu dilakukan baik
kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha dan juga aparat
pemerintah.
v Beberapa
masalah khusus yang harus dupecahkan dalam hubungan industrial pancasila
1. Masalah pengupahan Apabila didalam perusahaan dapat diciptakan suatu
system pengupahan yang akibat akan dapat menciptakan ketenagakerjaan,
ketenangan usaha serta peningkatan produktivitas kerja.
2. Pemogokan Pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan
pengusaha. Hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun
secara yuridis dibenarkan tetapi secara filosofis harus dihindari.
BAB III
HUBUNGAN
INDUSTRIAL
1. Hubungan
Industrial
Hubungan industrial sebenarnya
merupakan kelanjutan dari istilah Hubungan Industrial Pancasila. Berdasarkan
literatur istilah Hubungan Industrial Pancasila (HIP) merupakan terjemahan
labour relation atau hubungan perburuhan.Istilah ini pada awalnya menganggap
bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalah-masalah hubungan antara
kerja/buruh dan pengusaha .
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Hubugan Industrial Pancasila (HIP) departemen Tenaga kerja (Anonim, 1987:9) pengertian HIP ialah suatu sistem yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, yang tumbuh dan berkembang di atas keperibadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Untuk itu sebagai wujud pelaksanaan hubungan kerja antara pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah harus sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, artinya segala bentuk perilaku semua subjek yang terkait dalam proses harus mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila secara utuh. Dalam pasal 1 angka 16 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengertian istilah hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
perilaku dalam proses produksi barang dan jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Hubugan Industrial Pancasila (HIP) departemen Tenaga kerja (Anonim, 1987:9) pengertian HIP ialah suatu sistem yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, yang tumbuh dan berkembang di atas keperibadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Untuk itu sebagai wujud pelaksanaan hubungan kerja antara pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah harus sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, artinya segala bentuk perilaku semua subjek yang terkait dalam proses harus mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila secara utuh. Dalam pasal 1 angka 16 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengertian istilah hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
perilaku dalam proses produksi barang dan jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2. Landasan Hubungan Industrial Landasan hubungan
industrial terdiri atas :
a. Landasan idil ialah pancasila
b. Landasan konsitusional ialah undang-undang dasar 1945
c. Landasan opersainal GBHN yang ditetapkan oleh MPR serta kebijakan-kebijakan lain dari pemerintah
b. Landasan konsitusional ialah undang-undang dasar 1945
c. Landasan opersainal GBHN yang ditetapkan oleh MPR serta kebijakan-kebijakan lain dari pemerintah
3.
Tujuan Hubungan Industrial
Berdasarkan hasil seminar HIP tahun
1974 (Shamad, 1995: 12) tujuan hubungan industrial adalah mengemban cita-cita
proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam pembangunan
nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila
serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penciptaan ketenangan, ketentraman
dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan produksi dan
meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai derajat manusia.
Sedemikian berat dan mulianya tujuan tersebut, maka semua pihak yang terkait
dalam hubungan industrial harus meahami untuk terwujudnya pelaksanaan hubungan
industrial dengan baik.
4. Ciri-ciri Hubungan Industrial
a) Mengakui dan menyakini bahwa bekerja bukan sekedar mencari nafkah saja,
melainkan juga sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia,
masyarakat, bangsa dan negara.
b) Menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi belaka melainkan
sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya.
c) Melihat antara pekerja dan pengusaha bukan mempunyai kepentingan yang
bertentangan, melainkan mempunyai kepentingan yang sama untuk kemajuan
perusahaan.
d) Setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus disesuaikan
dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara
kekeluargaan.
e) Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak,
atas dasar rasa keadilan dan kepatutan.
5. Sarana Hubungan Hubungan Industrial
a. Serikat pekrja/serikat buruh
b. Organisasi pengusaha
c. Lembaga kerja sama bipartit
d. Lembaga kerja sama Tripartit
e. Peraturan Perusahaan
f. Perjanian kerja bersama
g. Peraturan perundangan-undangan ketenagakerjaan dan
h. Lebaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
b. Organisasi pengusaha
c. Lembaga kerja sama bipartit
d. Lembaga kerja sama Tripartit
e. Peraturan Perusahaan
f. Perjanian kerja bersama
g. Peraturan perundangan-undangan ketenagakerjaan dan
h. Lebaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
6. Kesepakatan Kerja Bersama
Menurut pasal 1 angka 20
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengertian peraturan perusahaan (PP) adalah
peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang membuat syarat-syarat
kerja dan tata cara perusahaan.
Sedangkan perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perbandingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syaratkerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak (pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 13).
Pengertian dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Menurut Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1996/1997: 2) ialah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat pekerja atau serikat-serikat pekerja yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja dengan pengusaha-pengusaha, perkumpulan perusahaan berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.
Dalam praktik selama ini banyak istilah yang dipergunakan untuk menyebut perjanjian kerja bersama (PKB), seperti:
Sedangkan perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perbandingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syaratkerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak (pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 13).
Pengertian dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Menurut Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1996/1997: 2) ialah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat pekerja atau serikat-serikat pekerja yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja dengan pengusaha-pengusaha, perkumpulan perusahaan berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.
Dalam praktik selama ini banyak istilah yang dipergunakan untuk menyebut perjanjian kerja bersama (PKB), seperti:
a. Perjanjian Perburuhan Kolektif (PKK) atau collecteve Arbeids Ovreenkomst
(CAO);
b. Persetujuan Perburuhan Kolektif (PPK) atau Coolective Labour Agreement (CLA);
c. Persetujuan Perburuhan Bersama (PPB); dan
d. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
b. Persetujuan Perburuhan Kolektif (PPK) atau Coolective Labour Agreement (CLA);
c. Persetujuan Perburuhan Bersama (PPB); dan
d. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Semua istilah tersebut di atas pada hakikatnya sama karena yang dimaksud
adalah perjanjian perburuhan sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 21 tahun 1954 (di mana undang-undang ini sudah tidakberlaku
sejak memberlakukan undang-undang Nomor 13 tahun 2003).
7. Hubungan Bipartit dan Tripartit
Hubungan bifartit dan tri patit Yaitu
forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan
industrial di satu perusahaan, yang anggotanya terdiri atas pengusaha dan
serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekera/buruh (periksa Kaputusan
Menteri Tenaga dan Transmigrasi Nomor Kep-255/Men/2003 tentang Tata Cara
Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lemaga Kera Sama Bipartit). Sedangkan
Tripartit yaitu forum komunikasi, lonsultasi dan musyawarah tentang masalah
ketenagakerjaan, yang anggotanya terdiri atas unsur organisasi pengusaha, serikat
pekerja/serikat buruh, dan pemerintah (periksa Peraturan Pemerintah Nomor 8
tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan Organisasi Lembaga kerja sama
Tripartit). Pengertian bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah tata
cara atau proses perundingan yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak
pengusaha dengan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, antara
lain, apabila terjadi perselisihan antara pengusaha dengan pekera/buruh
diperusahaan (surat edaran Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Nomor
SE-01/D.PHI/XI/2004. perundingan bipartit pada hakikatnya merupakan upaya
musyawrah untuk mufakat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh.
8. Tata Cara Menyusun Kesepakatan Kerja Bersama
Dalam Organisasi Seperti lazimnya perjanjian, pembuatan peraturan
perusahaan dan perjanjian kerja sama juga ada ketentuan-ketentuannya.
Ketentuan-ketentuan dimaksud adalah:
1. Pembuatan peraturan perusahaan :
a.
wajib bagi perusahaan yang memperkerjakan minimal sepuluh
orang pekerja/buruh.
b.
kewajiban butir (1) tidak berlaku bagi perusahaan yang
sudah memiliki perjanjian kerja sama.
c.
memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil
pekerja/buruh, atau serikat pekerja/buruh. Disamping iru dapat juga
berkonsultasi kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
d.
materi yang diatur adalah syarat kerja yang belum
diatur dalam peraturan perundang-undangan dan rincian pelaksanaan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan.
e.
sekurang-kurangnya memuat:
- hak dan kewajiban pengusaha;
- hak dan kewajiban pekera/buruh;
- syarat pekerja;
- tata tertib perusahaan ; dan
- jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
f. pembuatnya
dilarang:
- menggantikan perjanjian kerja bersama yang sudah ada sebelumnya;
- bertentangan denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.
g. Pembuatan
peraturan perusahaan tidak dapat diperselisihkan karena merupakan kewajiban dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
h.
wajib mengjajukan pengesahan kepada menteri atau
pejabat yang ditunjuk (yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
i.
wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta
memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hubungan Industrial adalah
keseluruhan hubungan kerja sama antara semua pihak yang tersebut dalam proses
produksi disuatu perusahaan. Ada beberapa landasan dalam Hubungan Industrial
Pancasila yang harus diperhatikan oleh Pengawas Ketenagakerjaan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dan menurut Undang-undang Nomor
13/2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan definisi tentang perjanjian kerja
dalam Pasal 1 Ayat (14) yaitu : perjanjian kerja adalah perjanjian antara
pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja,
hak dan kewajiban para pihak.Perjanjian kerja juga memiliki jenis dan
asas-asas.
B.
Saran
Harus lebih memperhatikan spesifik permaslahan hubungan industrial di lapangan
DAFTAR PUSTAKA
F.X. Djulmiaji. 2008. Perjanjian
Kerja Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika
Imam Soepomo. 1999. Pengantar Hukum
Perburuhan. Jakarta: Djambatan
Sendjun Manullang. 2001. Pokok-Pokok
Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia. Jakarta : PT Rineka
Tunggal. Iman Sjahputra. 2009. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan . Jakarta : Harvarindo
Tunggal. Iman Sjahputra. 2009. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan . Jakarta : Harvarindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar