Benarkah Freeport Adalah Negara Bagian Amerika?
Sepertinya akhir-akhir ini Indonesia kekurangan uang sehingga kesulitan
untuk memberikan rakyatnya subsidi BBM dan berniat menaikkan harganya. Alhasil
rakyat Indonesia harus kembali mengencangkan ikat pinggang yang sejatinya
memang sudah kencang sejak lama. Miskinkah Indonesia? Tentu saja
tidak. Karena Negara ini ternyata punya pertambangan emas terbesar dengan
kualitas emas terbaik di dunia. Namanya PT. Freeport.
Pertambangan ini konon telah menghasilkan 7,3 Juta Ton tembaga dan 724,7
Juta Ton emas. Coba kita uangkan jumlah tersebut dengan harga emas
sekarang, anggap saja Rp.300.000,-/Gram. Sehingga 724,7 Juta Ton emas =
724.700.000.000.000 Gram x Rp 300.000. = 217.410.000.000.000.000.000 Rupiah!!!!!
ada yang bisa baca nilai tersebut?. Coba bandingkan dengan
kegundahan Hatta Rajasa ketika subsidi BBM “baru” mencapai angka Rp,
300.000.000.000.000,- atau terbilang 300 Triliun rupiah.
Harap dicatat, itu hanya untuk emas belum lagi tembaga serta bahan mineral
lainnya. Namun alangkah malangnya bukan kita yang mengelola pertambangan ini
melainkan AMERIKA. Sebenarnya boleh saja negara lain mengelola kekayaan
di negeri ini karena alasan teknologi yang belum dimiliki Indonesia.
Namun jika sistim bagi hasil dengan prosentasenya adalah 1% untuk negeri
pemilik tanah dan 99% untuk Amerika sebagai pihak yang mengelolanya
sungguh CILOKO. Bahkan ketika emas dan tembaga disana mulai menipis
ternyata dibawah lapisan emas dan tembaga tepatnya di kedalaman400 meter
ditemukan kandungan mineral yang harganya 100 kali lebih mahal dari pada emas,
yaitu URANIUM. Bahan baku pembuatan nuklir itu melimpah ditemukan
disana. Belum jelas jumlah kandungan uranium yang ditemukan disana, tapi
kabar terakhir yang beredar menurut para ahli, konon kandungan uranium di sana
cukup untuk membuat pembangkit listrik tenaga nuklir dengan kapasitas yang
dapat menerangi seluruh BUMI!.
Keberadaan Freeport sejak kontrak karya ke- 1 adalah ilegal dalam
transparansi dan ketetapan pajak bagi negara. Hasil Freeport baru diketahui
secara resmi dan diatur dalam Undang- undang negara Indonesia sejak kontrak
karya ke-2.
Kontrak karya pertama Freeport tahun 1967 sesungguhnya fiktif.
Indonesia sudah rugi sejak Freeport masuk. Sekarang pun tetap rugi karena
konstitusi Negara ini mendukung emas dibawa ke Amerika dan negara lainnya di
dunia. Pemerintah malah sibuk dengan kasus-kasus keamanan perusahaan di Papua,
sedangkan ekonomi bangsa terabaikan.
Di bawah ini adalah gambaran apa saja tentang Freeport yang sudah berlalu.
Agar bangsa ini dapat merefleksikan bagaimana solusi terbaik bagi Papua dan
tentunya martabat bangsa Indonesia di ukur sejak penanganan kasus semacam Freeport
diPapua. Dengan cadangan 25 milyar pon tembaga, 40 juta ons emas dan 70 juta
ons perak, nilainya sekitar 40 milyar dollar AS berdasarkan harga berlaku.
Freeport diberikan jaminan untuk bekerja di lokasi pertambangan untuk
bertahun-tahun. Jika menemukan tambahan kekayaan mineral di atas 4,1 juta
hektar di tanah sekitarnya akan menjadi hak eksklusif Freeport.
PT. Freeport Indonesia (PTFI atau Freeport) adalah sebuah perusahaan
pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport- McMoRan Copper & Gold
Inc. Perusahaan ini merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia
melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua
tempat di Papua, masing- masing tambang Ertsberg dari {1967 – 1988} dan
tambang Grasberg {sejak 1988}, di kawasan Tembagapura, Kabupaten
Mimika, Provinsi Papua.
Freeport-McMoRan berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan US$ 6,555
miliar pada tahun 2007. Mining Internasional, sebuah majalah perdagangan,
menyebut tambang emas Freeport sebagai yang terbesar di dunia. Freeport mulai
banyak menarik perhatian masyarakat setelah terungkapnya berbagai permasalahan
dan insiden yang terjadi di wilayah konsesi pertambangan perusahaan tersebut.
Berbagai pendapat, baik dari media, lembaga swadaya masyarakat, serta akademisi
menyoroti masalah yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan, adaptasi
sosio-kultural, keterlibatan TNI, bahkan hal-hal yang berkaitan dengan politik
separatis dari kelompok penduduk asli.
Benderaku
Namun, dalam tulisan ini permasalahan yang akan diulas adalah yang
berkaitan dengan tidak optimalnya pengelolaan potensi ekonomi dan sumberdaya
mineral di wilayah pertambangan tersebut bagi penerimaan negara. Berikut akan
diuraikan mengenai potensi tembaga dan emas yang tersimpan di Grasberg dan
Erstberg, serta pengelolaan pertambangan Freeport yang tidak optimal bagi
pemerintah Indonesia. Akibatnya, manfaat ekonomi yang diperoleh pemerintah
Indonesia tidak maksimal. Bahkan, dapat dikatakan Indonesia mengalami kerugian
negara yang sangat besar karena tidak adil, tidak transparan dan bermasalahnya
pengelolaan sumberdaya mineral itu.
Kontrak Karya yang Merugikan dari Generasi ke Generasi
Freeport memperoleh kesempatan untuk mendulang mineral di Papua melalui
tambang Ertsberg sesuai Kontrak Karya Generasi I (KK I) yang ditandatangani
pada tahun 1967. Freeport adalah perusahaan asing pertama yang mendapat manfaat
dari KK I. Dalam perjalanannya, Freeport telah berkembang menjadi salah satu
raksasa dalam industri pertambangan dunia, dari perusahaan yang relatif kecil.
Hal ini sebagian besar berasal dari keuntungan yang spektakuler sekaligus
bermasalah yang diperoleh dari operasi pertambangan tembaga, emas, dan perak di
Irian Jaya, Papua.
KK I dengan Freeport ini terbilang sangat longgar, karena hampir sebagian
besar materi kontrak tersebut merupakan usulan yang diajukan oleh Freeport
selama proses negosiasi, artinya lebih banyak disusun untuk kepentingan
Freeport. Dalam operasi pertambangan, pemerintah Indonesia tidak mendapatkan
manfaat yang proposional dengan potensi ekonomi yang sangat besar di wilayah
pertambangan tersebut. Padahal bargaining position pemerintah Indonesia
terhadap Freeport sangatlah tinggi, karena cadangan mineral tambang yang
dimiliki Indonesia di wilayah pertambangan Papua sangat besar bahkan terbesar
di dunia.
Selain itu, permintaan akan barang tambang tembaga, emas dan perak di pasar
dunia relatif terus meningkat. Dengan kondisi cadangan yang besar, Freepot
memiliki jaminan atas future earning. Apalagi, bila ditambah dengan kenyataan
bahwa biaya produksi yang harus dikeluarkan relatif rendah karena karakteristik
tambang yang open pit. Demikian pula emas yang semula hanya merupakan
by-product, dibanding tembaga, telah berubah menjadi salah satu hasil utama
pertambangan. Freeport sudah sejak lama berminat memperoleh konsesi penambangan
tembaga di Irian Jaya.
KK I Freeport disusun berdasarkan UU No 1/67 tentang Pertambangan dan UU
No. 11/67 tentang PMA. KK antara pemerintah Indonesia dengan Freeport Sulphur
Company ini memberikan hak kepada Freeport Sulphur Company melalui anak
perusahaannya (subsidary) Freeport Indonesia Incorporated (Freeport), untuk
bertindak sebagai kontraktor tunggal dalam eksplorasi, ekploitasi, dan
pemasaran tembaga Irian Jaya. Lahan ekplorasi mencangkup areal seluas 10.908
hektar selama 30 tahun, terhitung sejak kegiatan komersial pertama. KK I
mengandung banyak sekali kelemahan mendasar dan sangat menguntungkan bagi
Freeport dan segelintir orang yang duduk di kursi kekuasaan.
Wajar jika
muncul dugaan bahwa freeport sebenarnya adalah negara bagian Amerika yang ada
di Indonesia. Benarkah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar