selamat datang di blogg Riyowansyah 24-03-2015 mengejar impian: MAKALAH HUBUNGAN INDUSTRIAL

Jumat, 21 November 2014

MAKALAH HUBUNGAN INDUSTRIAL


MAKALAH HUBUNGAN INDUSTRIAL



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wasyukurillah kita panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, yang telah memberikan kita karunia serta nikmatnya hingga pada saat ini kita masih bisa melaksanakan proses belajar mengajar dalam bangku perkuliahan ini.
Shalawat beriringan salam, mari kita sampaikan ke Rasul Allah SAW yang telah membawa tangan umatnya dari alam kegelapan hingga menuju alam yang terang dengan iman ddan taqwa.
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang hukum perdata yang inti dari pembahasan tersebut adalah hubungan industrial. Apabila nantinya dalam penyusunan makalah saya ini ada kekurangan dan ketidaksempurnaan saya terlebih dahulu memohon maaf.


BAB I
PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG

            Hubungan industrial merupakan suatu system hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam produksi barang dan jasa yang terdiri unsure pengusaha, pekerja/ buruh, dan pemerintag yang didasari nilai-nilai pancasila dan UUD Negara RI. Dalam pelaksanaan hubungan industrial, pemerintag, pekerja/buruh atau serikat pekerja buruh serta penngusaha atau organisasi pengusaha mempunyai fungsi dan peran masing-masing yang sudah digariskan dalam UUD. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang pengertian hubungan industrial prinsip-prinsip industrial. Dengan adanya hubungan industrial dalam suatu perusaaan, maka akan dapat meningkatkan produktivitas dan kerjasama antar karyawan dan pengusaha sehingga perusahaan dapat berjalan terus. Selain itu juga latar belakang penulismakalah ini adalah sebagaimana tugas yang diberikan oleh dosen yang kemudian akan digabungkan dengan berbagai materi.  

2.      RUMUSAN MASALAH
1. pengertian hubungan industrial?
2. Pokok pokok pikiran dan pandangan industrial pancasila?
3. Bagaimana  cara Pelaksaan hubungan industrial pancasila?
4. Bagaimana masalah khusus yang harus dupecahkan dalam hubungan industrial?




  
BAB II
PEMBAHASAN


1.      PENGERTIAN HUBUNGA INDUSTRIAL

Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.

2. TUJUAN
Tujuan hubungan industrial pancasila adalah :
v  Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur.
v  Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
v  Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha. 
v  Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. 
v  Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan martabatnya manusia. 
3. LANDASAN
v  Hubungan Industrial Pancasila mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan landasan konstitusional adalah UUD’45. secara operasional berlandaskan GBHN serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh pemerintah. 
v  Hubungan industrial pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional dan stabilitas nasional. 


A. POKOK-POKOK PIKIRAN DAN PANDANGAN INDUSTRIAL PANCASILA
1. Pokok-pokok Pikiran
a.       Keseluruhan sila-sila dari pada pancasila secara utuh dan bulat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. 
b.      Pengusaha dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, kenyakinan, politik, paham, aliran, agama, suku maupun jenis kelamin. 
c.       Menghilangkan perbedaan dan mengembangkan persamaan serta perselisihan yang timbul harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat. 
2. Asas-asas untuk mencapai tujuan
a.       Asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN seperti asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata, serta keseimbangan. 
b.      Asas kerja yaitu pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses produksi. 
3. Sikap mental dan sikap social
Sikap social adalah kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam hubungan industrial pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/ sikap penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah.
B . Pelaksaan hubungan industrial pancasila
1. Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit
Ø  Lembaga kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi antar pihak pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancar. 
Ø  Lembaga kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi, konsultasi dan dialog antar ketiga pihak tersebut. 
2. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
Ø  Melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama. 
Ø  Dalam kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial pancasila perlu mendapat perhatian.
Ø  Setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan industrial pancasila. 
3. Kelembagaan penyelesaian perselisihan industrial
Ø  Lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas personilnya. 
Ø  Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan perselisihan dengan cepat, adil, terarah dan murah. 
4. Peraturan perundangan ketenagakerjaan
Ø  Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya masing-masing. 
Ø  Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah hubungan industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan peraturan perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan hubungan industrial pancasila. 
5. Pendidikan hubungan industrial
Ø  Agar falsafah hubungan industrial pancasila dipahami oleh masyarakat, maka falsafah itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui pendidikan. 
Ø  Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini perlu dilakukan baik kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha dan juga aparat pemerintah. 

v  Beberapa masalah khusus yang harus dupecahkan dalam hubungan industrial pancasila
1. Masalah pengupahan Apabila didalam perusahaan dapat diciptakan suatu system pengupahan yang akibat akan dapat menciptakan ketenagakerjaan, ketenangan usaha serta peningkatan produktivitas kerja.
2. Pemogokan Pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun secara yuridis dibenarkan tetapi secara filosofis harus dihindari.


BAB III
       HUBUNGAN INDUSTRIAL 

1.      Hubungan Industrial
Hubungan industrial sebenarnya merupakan kelanjutan dari istilah Hubungan Industrial Pancasila. Berdasarkan literatur istilah Hubungan Industrial Pancasila (HIP) merupakan terjemahan labour relation atau hubungan perburuhan.Istilah ini pada awalnya menganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalah-masalah hubungan antara kerja/buruh dan pengusaha  .
 Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Hubugan Industrial Pancasila (HIP) departemen Tenaga kerja (Anonim, 1987:9) pengertian HIP ialah suatu sistem yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, yang tumbuh dan berkembang di atas keperibadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Untuk itu sebagai wujud pelaksanaan hubungan kerja antara pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah harus sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, artinya segala bentuk perilaku semua subjek yang terkait dalam proses harus mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila secara utuh. Dalam pasal 1 angka 16 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengertian istilah hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
perilaku dalam proses produksi barang dan jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2. Landasan Hubungan Industrial Landasan hubungan industrial terdiri atas :
a. Landasan idil ialah pancasila          
b. Landasan konsitusional ialah undang-undang dasar 1945
c. Landasan opersainal GBHN yang ditetapkan oleh MPR serta kebijakan-kebijakan lain dari pemerintah

3.      Tujuan Hubungan Industrial
Berdasarkan hasil seminar HIP tahun 1974 (Shamad, 1995: 12) tujuan hubungan industrial adalah mengemban cita-cita proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penciptaan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan produksi dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai derajat manusia. Sedemikian berat dan mulianya tujuan tersebut, maka semua pihak yang terkait dalam hubungan industrial harus meahami untuk terwujudnya pelaksanaan hubungan industrial dengan baik.
4. Ciri-ciri Hubungan Industrial
a) Mengakui dan menyakini bahwa bekerja bukan sekedar mencari nafkah saja, melainkan juga sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
b) Menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi belaka melainkan sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya.
c) Melihat antara pekerja dan pengusaha bukan mempunyai kepentingan yang bertentangan, melainkan mempunyai kepentingan yang sama untuk kemajuan perusahaan.
d) Setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus disesuaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara kekeluargaan.
e) Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak, atas dasar rasa keadilan dan kepatutan.
5. Sarana Hubungan Hubungan Industrial
a. Serikat pekrja/serikat buruh
b. Organisasi pengusaha         
c. Lembaga kerja sama bipartit          
d. Lembaga kerja sama Tripartit        
e. Peraturan Perusahaan         
f. Perjanian kerja bersama      
g. Peraturan perundangan-undangan ketenagakerjaan dan   
h. Lebaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
6. Kesepakatan Kerja Bersama
Menurut pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengertian peraturan perusahaan (PP) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang membuat syarat-syarat kerja dan tata cara perusahaan.    
Sedangkan perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perbandingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syaratkerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak (pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 13).
Pengertian dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Menurut Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1996/1997: 2) ialah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat pekerja atau serikat-serikat pekerja yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja dengan pengusaha-pengusaha, perkumpulan perusahaan berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.
Dalam praktik selama ini banyak istilah yang dipergunakan untuk menyebut perjanjian kerja bersama (PKB), seperti:
a. Perjanjian Perburuhan Kolektif (PKK) atau collecteve Arbeids Ovreenkomst (CAO);
b. Persetujuan Perburuhan Kolektif (PPK) atau Coolective Labour Agreement (CLA);
c. Persetujuan Perburuhan Bersama (PPB); dan        
d. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Semua istilah tersebut di atas pada hakikatnya sama karena yang dimaksud adalah perjanjian perburuhan sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 1954 (di mana undang-undang ini sudah tidakberlaku sejak memberlakukan undang-undang Nomor 13 tahun 2003).

7. Hubungan Bipartit dan Tripartit
Hubungan bifartit dan tri patit Yaitu forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan, yang anggotanya terdiri atas pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekera/buruh (periksa Kaputusan Menteri Tenaga dan Transmigrasi Nomor Kep-255/Men/2003 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lemaga Kera Sama Bipartit). Sedangkan Tripartit yaitu forum komunikasi, lonsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan, yang anggotanya terdiri atas unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah (periksa Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan Organisasi Lembaga kerja sama Tripartit). Pengertian bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah tata cara atau proses perundingan yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak pengusaha dengan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, antara lain, apabila terjadi perselisihan antara pengusaha dengan pekera/buruh diperusahaan (surat edaran Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Nomor SE-01/D.PHI/XI/2004. perundingan bipartit pada hakikatnya merupakan upaya musyawrah untuk mufakat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh.
8. Tata Cara Menyusun Kesepakatan Kerja Bersama
Dalam Organisasi Seperti lazimnya perjanjian, pembuatan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja sama juga ada ketentuan-ketentuannya. Ketentuan-ketentuan dimaksud adalah:
1. Pembuatan peraturan perusahaan :
a.       wajib bagi perusahaan yang memperkerjakan minimal sepuluh orang pekerja/buruh.
b.      kewajiban butir (1) tidak berlaku bagi perusahaan yang sudah memiliki perjanjian kerja    sama.
c.       memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh, atau serikat pekerja/buruh. Disamping iru dapat juga berkonsultasi kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
d.      materi yang diatur adalah syarat kerja yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan dan rincian pelaksanaan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
e.       sekurang-kurangnya memuat:
  • hak dan kewajiban pengusaha; 
  • hak dan kewajiban pekera/buruh; 
  • syarat pekerja; 
  • tata tertib perusahaan ; dan 
  • jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan. 
f.       pembuatnya dilarang:
  • menggantikan perjanjian kerja bersama yang sudah ada sebelumnya; 
  • bertentangan denganperaturan perundang-undangan yang berlaku. 
g.      Pembuatan peraturan perusahaan tidak dapat diperselisihkan karena merupakan kewajiban    dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
h.      wajib mengjajukan pengesahan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk (yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
i.        wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.  



  
BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Hubungan Industrial adalah keseluruhan hubungan kerja sama antara semua pihak yang tersebut dalam proses produksi disuatu perusahaan. Ada beberapa landasan dalam Hubungan Industrial Pancasila yang harus diperhatikan oleh Pengawas Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dan menurut Undang-undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan definisi tentang perjanjian kerja dalam Pasal 1 Ayat (14) yaitu : perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.Perjanjian kerja juga memiliki jenis dan asas-asas.
B.     Saran
Harus lebih memperhatikan spesifik permaslahan hubungan industrial  di lapangan





DAFTAR PUSTAKA  

F.X. Djulmiaji. 2008. Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika
Imam Soepomo. 1999. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan
Sendjun Manullang. 2001. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia. Jakarta : PT Rineka  
Tunggal. Iman Sjahputra. 2009. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan . Jakarta : Harvarindo





 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar